A. Berjama’ah adalah ciri beragamanya para Nabi & Rasul
Salah satu cirri khas dari agama yang diturunkan oleh Allah yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul terdahulu adalah bahwa Allah memerintahkan agar orang-orang yang beriman di sepanjang zaman, agar; mereka berjama’ah dan janganlah berfirqah-firqah (berpecah belah),
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wata'ala :
۞ شَرَعَ لَكُم مِّنَ ٱلدِّينِ مَا وَصَّىٰ بِهِۦ نُوحًا وَٱلَّذِىٓ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ وَمَا وَصَّيْنَا بِهِۦٓ إِبْرٰهِيمَ وَمُوسَىٰ وَعِيسَىٰٓ ۖ أَنْ أَقِيمُوا۟ ٱلدِّينَ وَلَا تَتَفَرَّقُوا۟ فِيهِ ۚ كَبُرَ عَلَى ٱلْمُشْرِكِينَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ ۚ ٱللَّـهُ يَجْتَبِىٓ إِلَيْهِ مَن يَشَآءُ وَيَهْدِىٓ إِلَيْهِ مَن يُنِيبُ ﴿الشورى:١٣﴾
Artinya : "Dia telah mensyari’atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwariskan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan ‘Isa yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah didalamnya (menegakkan agama)." (Qs. As Syura : 13)
Keterangan : ayat diatas menjelaskan bahwa dari sejak terutusnya Nabi Nuh alaihis salam sebagai awal Rasul, Allah telah melarang mereka berfirqah-firqah, dengan kata lain Allah memerintahkan mereka (muslimin) agar senantiasa hidup berjama’ah. Kemudian kepada kita, umat Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, dimana beliau adalah penutup para Nabi dan Rasul, Allah telah menegaskan perintah untuk hidup berjama’ah dan melarang (muslimin) berfirqah-firqah :
Allah Azza wa Jalla berfirman :
وَٱعْتَصِمُوا۟ بِحَبْلِ ٱللَّـهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا۟ ۚ وَٱذْكُرُوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّـهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنتُمْ أَعْدَآءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُم بِنِعْمَتِهِۦٓ إِخْوٰنًا وَكُنتُمْ عَلَىٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِّنَ ٱلنَّارِ فَأَنقَذَكُم مِّنْهَا ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّـهُ لَكُمْ ءَايٰتِهِۦ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ ﴿آل عمران:١۰٣﴾
Artinya : "Dan berpeganglah kamu sekalian kepada tali (agama) Allah seraya berjama’ah dan janganlah kamu bercerai berai." (Qs Ali Imran : 103)
Keterangan : pada ayat ini secara tegas Allah memerintahkan agar Menegakkan Dienul Islam adalah dengan cara hidup berjama’ah, dan Allah melarang dari firqah (perpecahan)
B. Penjelasan-penjelasan atas syubhat-syubhat seputar ayat-ayat tentang Al Jama'ah :
Pendapat bahwa jami’an maknanya bukan Al jama’ah
Ada yang berpendapat bahwa; jami’an pada ayat di atas bermakna (kamu) semuanya jadi tidak ada hubungannya dengan perintah berjama’ah.
Penjelasan : Kalimat jami’an bisa bermakna semuanya, tapi kalimat jami’an pada ayat tersebut bermakna berjama’ah, hal ini di perkuat dengan adanya qarinah (rangkaian kalimat) yang bermakna larangan firqah (berpecah belah) di belakang kalimat jami’an. Sebagai perbandingannya, perhatikan kalimat jami’an pada ayat berikut ini :
لَّيْسَ عَلَى ٱلْأَعْمَىٰ حَرَجٌ وَلَا عَلَى ٱلْأَعْرَجِ حَرَجٌ وَلَا عَلَى ٱلْمَرِيضِ حَرَجٌ وَلَا عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ أَن تَأْكُلُوا۟ مِنۢ بُيُوتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ ءَابَآئِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أُمَّهٰتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ إِخْوٰنِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخَوٰتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَعْمٰمِكُمْ أَوْ بُيُوتِ عَمّٰتِكُمْ أَوْ بُيُوتِ أَخْوٰلِكُمْ أَوْ بُيُوتِ خٰلٰتِكُمْ أَوْ مَا مَلَكْتُم مَّفَاتِحَهُۥٓ أَوْ صَدِيقِكُمْ ۚ لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَأْكُلُوا۟ جَمِيعًا أَوْ أَشْتَاتًا ۚ فَإِذَا دَخَلْتُم بُيُوتًا فَسَلِّمُوا۟ عَلَىٰٓ أَنفُسِكُمْ تَحِيَّةً مِّنْ عِندِ ٱللَّـهِ مُبٰرَكَةً طَيِّبَةً ۚ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ ٱللَّـهُ لَكُمُ ٱلْءَايٰتِ لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ ﴿النور:٦١﴾
Artinya : "Tidak ada halangan bagi kamu untuk makan berjama’ah (bersama-sama) atau sendirian..." (Qs An Nur : 61)
لَا يُقٰتِلُونَكُمْ جَمِيعًا إِلَّا فِى قُرًى مُّحَصَّنَةٍ أَوْ مِن وَرَآءِ جُدُرٍۭ ۚ بَأْسُهُم بَيْنَهُمْ شَدِيدٌ ۚ تَحْسَبُهُمْ جَمِيعًا وَقُلُوبُهُمْ شَتَّىٰ ۚ ذٰلِكَ بِأَنَّهُمْ قَوْمٌ لَّا يَعْقِلُونَ ﴿الحشر:١٤﴾
Artinya : "...Kamu kira mereka itu berjama’ah (bersatu padu) sedang hati mereka berpecah belah. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka adalah kaum yang tiada mengerti." (Qs Al Hasyr : 14)
Mereka mengedepankan pendapat; Dalam kitab tafsir Ibnu Katsir (Tafsit Ibnu Katsir adalah kitab Tafsir Al Qur’an yang paling popular karya Imam Imaduddin Isma’il bin Umar bin Katsir rahimullah wafat bulan Sya’ban 774 H - Februarii 1373 salah satu murid Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah) lafadz jami’an tidak diartikan berjama’ah.
Penjelasan : benar Imam Ibnu Katsir tidak member arti “berjama’ah” pada lafadz jami’an tapi dengan tegas beliau menjelaskan perintah berjama’ah pada kalimat wala tafarraqu perhatikan penjelasan beliau :
Adapun (arti) firman-Nya: wala tafarraqu; Allah perintah pada mereka agar berjama’ah dan mencegah mereka dari firqah. Kemudian beliau berhujjah pada dalil Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim
Dari Abi Hurairah r.a berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda “Sesungguhnya Allah ridha tiga perkara pada kamu sekalian dan benci tiga perkara pada kamu sekalian, yang Allah ridha adalah kalian beribadah kepada-Nya dengan tidak menyekutukannya dan bahwa kalian menetapi tali (agama) Allah dengan berjama’ah dan tidak berfirqah-firqah dan Allah benci dari kalian “dikatakan dan dia berkata” (katanya dan katanya) dan banyaknya pertanyaan dan menyia-nyiakan harta." HR Muslim : 4578
Catatan: dalam riwayat yang lain dijelaskan bahwa perkara ke-3 yang dicintai Allah adalah
Dan bahwa kalian berbakti (taat) kepada orang yang oleh Allah diserahi mengurus perkara kamu sekalian (imam)
Diantara sahabat Nabi adalah Abdullah bin Mas’ud yang memperkuat penafsiran jama’ah pada kalimat tersebut
Dari Abdullah bin Mas’ud r.a sesungguhnya dia berkata di dalam arti firman-Nya : wa’ tashimu bihablillahi jami’an dia mengatakan: (maksudnya adalah) al jama’ah. Tafsir At Thabari : 5973
Dan banyak hadits-hadits yang shahih, bahwa Rasulullah memerintahkan agar umatnya senantiasa luzum al jama’ah (menetapi jama’ah)
C. Ringkasan :
Berjama’ah di dalam memegang teguh (tali Allah) Islam adalah suatu keniscayaan, berjama’ah adalah merupakan bagian dari rukun Islam, sebagaimana yang lima yang termasuk kategori 'amaliyyah yang telah dikenal, akan tetapi berdasarkan dalil-dalil shahih dari Al Qur’an dan As-Sunnah, masuk kepada Rukun Islam kategori Nizhamul Buyut (rumah tangga muslimin). Dengan jelas diketahui, bahwasanya Islamnya seseorang akan sah (sempurna=kaaffah), melainkan dengan berjama’ah, maka jelaslah berjama’ah di dalam memegang tali Allah (ber Islam) hukumnya wajib, sebagaimana yang dijelaskan dalam qaidah ushul fiqh
Sesuatu perkara yang bila perkara wajib tidak bisa sempurna melainkan dengannya, maka hukum perkara itu adalah wajib. Al-qawa’id wa al-Ushul al-jami’ah wa al-Furuq wa at-Taqasim al-Badi’ah an-Nafi’ah (Syaikh as-Sa’di : 36) dan Nazhm al-Waraqat (Syaikh ad-Din al-Umrithi : 20)
Singkat kata berjama’ah adalah kewajiban yang telah diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya, mari (coba kita) perhatikan akan bunyi hadits di bawah ini :
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda “Dan aku perintahkan pada kalian lima perkara yang Allah telah perintahkan kepadaku denganya, yaitu; berjama'ah, mendengarkan dan taat, hijrah dan jihad, maka sesungguhnya barangsiapa yang memisahkan diri dari al jama’ah (walaupun) sejengkal, maka sungguh dia telah melepaskan tali (ikatan) Islam dari lehernya, kecuali jika ia kembali. dan barangsiapa yang memanggil (orang lain) dengan panggilan jahiliyah maka sesungguhnya dia termasuk keraknya jahannam, seorang lelaki bertanya “Wahai Rasulullah bagaimana jika dia tetap shalat dan berpuasa?” Nabi menjawab “Walaupun dia tetap shalat dan berpuasa, maka panggillah dengan panggilan Allah yang Allah telah namakan untuk kalian; orang-orang imanorang-orang Islam, wahai hamba Allah." HR At Tirmidzi : 2790 (Abu Isa : Hasan Shahih)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar