Minggu, Mei 06, 2012

Fitnah Akhir Zaman (Bagian 3)

• Masa Perintah Iltizam Dalam Jama’ah Muslimin dan Imaam mereka

Tafsir penjelas dari Masa ini adalah Hadits Tentang Masa Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah, Masa Ghariban, Tongkat Estafet Kepemimpinan sebelum di bai’atnya Imaam Mahdi di Akhir Zaman.

Masa Pembai’atan atas seorang Hamba Allah yang dha’if, yang sama-sama semata-mata hanya mencari Ridha serta Maghfirah Allah Ta’ala. Dimana setelah sekian lama merindukan kembalinya muslimin pada kejayaannya, Keluar dari keterpurukannya. Dan Sempat berkiprah di dunia Politik, yang mana pada saat itu mungkin hanya dengan cara seperti itu minimal Islam dan Ummat Islam di Indonesia bisa kembali jaya.
Kembali merasa khawatir akan nasib muslimin yang tiada pernah merasakan kemenangan setiap pergulatan melalui system Parlementer dengan Demokrasinya.
Menyeru dan terus menyeru hingga akhirnya mengadakan pertemuan-pertemuan di Sunda Kelapa dan, Kekhawatiran ini pun disampaikan oleh Beliau dalam setiap pertemuan dan mendapatkan sambutan hangat dari musyawirin yang hadir saat itu. Namun akhirnya setelah keadaan semakin alot, peserta pun semakin berkurang, tersisalah Sembilan orang yang masih tetap gelisah, setelah membuka, membaca, membahas, mengkaji terus menerus.dan meyaqininya (Ditentang AL JAMA’AH, AL IMAMAH, Al BAI’AH), timbulah kekhawatiran terhadap ancaman Allah bagi orang yang telah meyaqini, (setelah mendengar maka ada kewajiban tha’at) dari ‘ilmu yang telah didapat, namun keluar dari tempat /majlis ‘ilmu itu tanpa berwujud sebuah ‘amal nyata.
Maka akhirnya sepakatlah untuk dapat meng’amalkannya dan terjadilah pembai’atan sementara.

Meng’amalkan Iltizam Dalam Jama’ah Muslimin Yang ada Imaamnya Yang diangkatnya dengan cara Mubaya’ah sesuai Sunnah/Syari’at.

Dan diumumkanlah keseantero dunia. Dan sambil terus menerus mencari, Barangkali kemungkinan sekalipun kecil, ada yang telah meng’amalkan syari’at Al Jama’ah Al Imamah ini terlebih dahulu. Maka Imaam dan ma’mum saat itu hingga kapanpun insya Allah akan melebur masbuq didalamnya.
Bahwa Jama’ah Muslimin telah ditetapi kembali setelah sekian lama ditinggalkan oleh muslimin, yang shabar dan ikhlash dalam pecahan-pecahan.
Dikarenakan kondisi masa yang semakin menebal dakhannya, sebagaimana yang dikhawatirkan oleh Shahabat Hudzaifah Ibnul Yaman. Maka kekhawatiran inilah yang dirasakan oleh kesembilan hamba Allah pada masa itu. Dimana adanya kekahawatiran mengikuti seruan Du’atun ‘Ala Abwabi Jahannam, khawatir ikut dilempar ke neraka Jahannam karena mengikutinya, khawatir yang mana kulitnya seperti kulit kita, Perkataan yang keluar dari lisannya seperti dari Lisan Kita (muslimin pada masa Rasulullah), Mereka Rajin Beribadah, Yang Wajib maupun yang Sunnah, Membaca Al Qur an dengan Fasih, dan Hafalannya sempurna (30 Juzz), beserta memahami isi makna dan menguasai banyak kitab-kitab tafsir (hingga halaman, bab dan perkataan ‘ulamanya). Bersikap santun, ramah kpd tetangga, lebih tua, sesame dan pada pemuda. Disukai banyak ummat, fakir miskin tersantuni dlsb. Namun seruannya tiada lain menyeru kepada seruan Jahiliyyah, Menyeru kepada fanatic ‘Ulama dan Golongan, Seruannya kepada Ashobiyah.
Oleh sebab itu mereka diberi predikat sebagai da'i atau du'at -dengan dlamah pada huruf dal- merupakan bentuk jama' dari da'a yang berarti sekumpulan orang yang melazimi suatu perkara dan mengajak serta menghasung manusia untuk menerimanya. (Lihat 'Aunil Ma'bud XI/317).

Ketahuilah wahai kaum muslimin, …

Bahwa yang disebut Jama'ah Muslimin adalah Al Jama’ah. Yang tergabung didalamnya seluruh kaum muslimin yang mempunyai imam yang diangkat dengan cara syari’at Mubaya’ah, yang melaksanakan hukum-hukum Allah.

Jama’ah Muslimin adalah Jama’ah Yang diperintahkan untuk muslimin beriltizam didalamnya dalam memegang teguh Tali (Agama) Allah.

Jama’ah Muslimin adalah Yang Mengangkat Allah, Rasul dan Orang Yang Beriman Menjadi Pelindung/Pemimpin, Mereka itulah Hizbullah.

Atsar Shahabat Ali Bin Abi Thalib :

Wallahi Al Jama’atu Mujama’atu ahlul Haq Wain Qallu, Wal Furqatu Mujama’atu ahlul Bathil wain katsaru…

Al-Hafidz Ibnu Hajar Rahimahullah dalam Fathul Bari XII/37 menukil perkataan Imam Thabari Rahimahullah yang menyatakan : "Berkata kaum (yakni para ulama), bahwa Jama'ah adalah Sawadul A'dzam. Kemudian diceritakan dari Ibnu Sirin dari Abi Mas'ud, bahwa beliau mewasiatkan kepada orang yang bertanya kepadanya ketika 'Utsman dibunuh, untuk berpegang teguh pada Jama'ah, karena Allah tidak akan mengumpulkan umat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam kesesatan. Dan dalam hadits dinyatakan bahwa ketika manusia tidak mempunyai imam, dan manusia berpecah belah menjadi kelompok-kelompok maka janganlah mengikuti salah satu firqah. Hindarilah semua firqah itu jika kalian mampu untuk menghindari terjatuh ke dalam keburukan".

• Mejauhi Semua Firqah Bila Tidak Menemukan Jama’ah Muslimin Yang Meng’amalkan Syari’at Bai’atul Imarah

Dinyatakan dalam hadits Hudzaifah tersebut supaya menjauhi semua firqah jika kaum muslimin tidak mempunyai jama'ah dan tidak pula imam pada hari terjadi keburukan dan fitnah. Semua firqah tersebut pada dasarnya akan menjerumuskan ke dalam kesesatan, karena mereka berkumpul di atas perkataan/teori mungkar (mungkari minal qaul) atau perbuatan mungkar, atau hawa nafsu. Baik yang mendakwahkan mashalih (pembangunan) atau mathami' (ketamakan) dan mathamih (utopia). Atau yang berkumpul di atas asas pemikiran kafir, seperti; sosialisme, komunisme, kapitalisme, dan demokrasisme. Atau yang berkumpul di atas asas kedaerahan, kesukuan, keturunan, kemadzhaban, atau yang lainnya. Sebab mereka semua itu akan menjerumuskan ke dalam neraka Jahannam, dikarenakan membawa misi selain Islam atau Islam yang sudah dirubah ...!

Dengan catatan : Bila keadaannya sendirian, tiada yang bergeming di seru untuk dapat meng’amalkan Al Jama’ah Al Imamah, Tidak ada Yang Berbai’at, tidak menginginkan dirinya jadi Imaam atau Ma’mum, Tidak membai’at dan tidak ada yang mau mengulurkan tangannya untuk di bai’at, Bershabar dan tetap IKHLASH lillahi ta’ala dalam Firqah-Firqah yang ada, maka tinggalkanlah, jauhilah semua firqah yang ada tsb , sekalipun masuk hutan tinggal sendirian didalamnya, meng’amalkan Al Jama’ah sendirian, hanya makan/menggigit akar kayu, bahkan hingga menemukan Ajalnya. Dalam hadits tentang masa kepemimpinan muslimin berbunyi Tsumma Sakata (kemudian Rasul Diam=Tidak ada Kepemimpinan muslimin setelah Imam Mahdi).

• Jalan Penyelesaiannya :

Hadits riwayat 'Irbadh Ibnu Sariyah.

"Artinya : Barangsiapa yang masih hidup diantara kalian maka akan melihat perselisihan yang banyak. Dan waspadalah terhadap perkara-perkara yang diada-adakan karena hal itu sesat. Dan barangsiapa yang menemui yang demikian itu, maka berpegang teguhlah pada sunnahku dan sunnah khulafa'ur rasyidin. Gigitlah ia dengan geraham-geraham kalian". (Riwayat Abu Dawud no. 4607, Tirmidzi no. 2676, Ibnu Majah no. 440 dan yang lainnya)

Jika kita menggabungkan kedua hadits tersebut, yakni hadits Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu 'anhu yang berisi perintah untuk memegang pokok-pokok pohon (ashlu syajarah) dengan hadits 'Irbadh ini, maka terlihat makna yang sangat dalam. Yaitu perintah untuk ber-iltizam pada As-Sunnah Ash Shahihah dengan pemahaman Salafuna As-Shalih Ridlwanalahu Ta'ala 'alaihim manakala muncul Fitnah Ikhtilafan Katsira / Fitnah Akhir Zaman. Ya’ni Dengan cara :

 Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada Hudzaifah untuk Iltizam dalam Jama’ah Muslimin dan Imaam Mereka, manakala terdapat penyeru-penyeru yang dapat menjerumuskan ke neraka Jahannam Dengan ciri-ciri yang mana shahabat Hudzaifah ibnul Yaman saja mengharapkan petunjuk dari Rasulullah, tindakan apa yang harus dia lakukan manakala terdapat hal yang demikian karena khawatir/takut menimpa dirinya. Karena Sunnahnya Khulafaur Rasyidin Al Mahdiyin salah satu bagiannya adalah : Sunnah Kekhilafahan ‘Ala Minhajin Nubuwwah.

 Adapun manakala tidak ada Jama’ah Imamah, dan keadaannya sendirian, maka tinggalkanlah semua firqah yang ada hingga memegang erat-erat pokok pohon (ashlu syajarah) hingga ajal menjemputnya sedangkan ia tetap dalam keadaan seperti itu.

 Di sini ditunjukkan pula bahwa lafadz (an ta'adhdha bi ashli syajarah) dalam hadits Hudzaifah tersebut tidak dapat diartikan secara dzahir hadits. Tetapi maknanya adalah perintah untuk berpegang teguh, dan bersabar dalam memegang Al-Haq serta menjauhi firqah-firqah sesat yang menyaingi Al-Haq. Atau bermakna bahwa pohon Islam yang rimbun tersebut akan ditiup badai topan hingga mematahkan cabang-cabangnya dan tidak tinggal kecuali pokok pohonnya saja yang kokoh. Oleh karena itu maka wajib setiap muslim untuk berada di bawah asuhan pokok pohon ini walaupun harus ditebus dengan jiwa dan harta. Karena badai topan itu akan datang lagi lebih dahsyat.

 Oleh karena itu menjadi kewajiban bagi setiap muslim untuk mengulurkan tangannya kepada kelompok (firqah) yang berpegang teguh dengan pokok pohon itu untuk menghadapi kembalinya fitnah dan bahaya bala. Kelompok ini seperti disabdakan Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam akan selalu ada dan akan selalu muncul untuk menyokong kebenaran hingga yang terakhir dibunuh dajjal.


Fitnah Akhir Zaman (Bagian 2)

• Masa Khair Namun Ada Dakhan : (Mulkan Adh Dhan dan Mulkan Jabariyyah).

Setelah wafatnya Shahabat Ali Bin Abi Thalib Rahiallahu ‘anhu , maka muslimin kembali kepada kepemimpinan yang bersifat sentral, dibawah satu komando Muawwiyah bin Abu Sofyan. Rasulullah menyebutkannya dengan sebutan (nama sistem dan masa) Mulkan Adh Dhan dan Jabariyyah. Penjelasan Baik (Khair) nya masa ini adalah muslimin masih bersatu berjama’ah (iltizam dalam Jama’ah Muslimin=merekalah Hizbullah) dibawah satu kepemimpinan sentral seorang Imaam (Sulthan/Mulk). Sistem memang sedikit berubah (bergeser) dari system Kekhilafahan yang mengikuti jejak Kenabian (Nubuwwah) menjadi Kerajaan (Mulkan).

- Dakhannya :

“ … Yahduuna bighairi Hadyi (dalam matan yang lain : wa Yastanuuna bighairi sunnatii …) “

“ … Mengikuti (mengambil) Petunjuk Bukan Petunjukku, Melaksanakan sunnah bukan sunnahku … “

Penjelasan Dakhannya : Bukan terletak pada Mulkannya sebab Mulkan masih system yang mengikuti Jejak Kenabian (Nabi Sulaeman dan Nabi Daud ‘Alaihimas Salam :Sebagai contoh), namun penekannya pada sifat Adh Dhan dan Jabariyyahnya karena sifat ini adalah bukan Petunjuk dan juga bukan sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam .

Ibnu Hajar dalam Fathul Bari XIII/36 mengartikannya dengan hiqd (kedengkian), atau daghal (penghianatan dan makar), atau fasadul qalb (kerusakan hati). Semua itu mengisyaratkan bahwa kebaikan yang datang setelah keburukan tersebut tidak murni, akan tetapi keruh.

Dan Imam Nawawi dalam syarh Shahih Muslim XII/236-237, mengutip perkataan Abu 'Ubaid yang menyatakan bahwa arti dakhanun adalah seperti yang disebut dalam hadits lain.


"Artinya : Tidak kembalinya hati pada fungsi aslinya". (Riwayat Abu Dawud no. 4247)

Sedangkan makna aslinya adalah apabila warna kulit binatang itu keruh/suram. Maka seakan-akan mengisyaratkan bahwa hati mereka tidak bening dan tidak mampu membersihkan antara yang satu dengan yang lain.

Kemudian berkata Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah XV/15: Bahwa sabda beliau : "Dan didalamnya ada Dakhanun, yakni tidak ada kebaikan murni, akan tetapi didalamnya ada kekeruhan dan kegelapan".


Adapun Al 'Adzimul Abadi dalam 'Aunil Ma'bud XI/316 menukil perkataan Al-Qari yang berkata : "Asal kata dakhanun adalah kadurah (kekeruhan) dan warna yang mendekati hitam. Maka hal ini mengisyaratkan bahwa kebaikan tersebut tercemar oleh kerusakan (fasad)".

Tarikh :

Ini Adalah Terjadi Pada Masa Mulkan Adh Dhan dan Mulkan Jabariyyah.

Mulkan Adh Dhan :

Diawali atas Ungkapan Shahabat Muawwiyah yang dirinya Ridha dengan sebutan Mulk/Sulthan dan system pembai’atan yang diserahkan kepada PUTRA MAHKOTA. Di Kenal Dengan nama / sebutan Bani Ummayyah / Dinasti Umayyah hingga Bani Abbasiyah.

Sifat Adh Dhannya :

Kekejian dan Kebengisan yang terjadi pada masa sepeninggal Shahabat mulia Muawwiyah bin Abu Sofyan dan Yazid Bin Muawwiyah sehingga berakhirnya Kekuasaan Bani Abbasiyyah… Baik kepada seluar Muslimin maupun didalam tubuh muslimin sendiri.

Mulkan Jabbariyyah :

Diawali Kepemimpinan Utsman Bin El Taghrol, Hingga Runtuhnya Turki Utsmani yang diakibatkan oleh sebuah PEGHIANATAN seorang MUSTAFA KAMAL ATHATURKH (1924M). Pada masa ini Kekejian dan Kebengisan mulai berkurang dan bergeser sedikit demi sedikit kepada sifat Ketinggian ‘Ilmu dan Mencapai puncak Peradaban (Zaman Keemasan / Kekhilafahan MODERN versi Orientalis>< Rasulullah menyebutnya Khair tapi ada Dakhan=Mulkan Adh Dhan & Jabariyyah).

“… Ta’rifu minhum wa tunkiru …. “

Orang-Orang Shalih yang menzamani masa ini mereka mengenalil cirri-ciri Dakhan dan mengingkarinya, sehingga ada yang menemukan ajalnya dengan hunusan pedang, membusuk dalam sel, Diujung Tiang Gantung dan lain sebagainya. Mereka itulah Al Jama’ah walau kana wahdah….

• Masa Sar => Du’atun ‘Ala Abwabi Jahannam

Masa Vakum : 1924-masa pencarian-1953M

Seperti yang dinyatakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam : "Mereka adalah dari kalangan bangsa kita dan berbahasa dengan bahasa kita". Berkata Ibnu Hajar Rahimahullah dalam Fathul Bari XIII/36 : "Yakni dari kaum kita, berbahasa seperti kita dan beragama dengan agama kita. Ini mengisyaratkan bahwa mereka adalah bangsa Arab".

Sedangkan Al-Qabisi menyatakan -seperti dinukil oleh Ibnu Hajar- secara lahir maknanya adalah bahwa mereka adalah pemeluk dien (agama) kita, akan tetapi batinnya menyelisihi. Dan kulit sesuatu adalah lahirnya, yang pada hakikatnya berarti penutup badan". Mereka mempunyai sifat seperti yang dikatakan dalam hadits riwayat Muslim. "Artinya : Akan ada di kalangan mereka orang yang berhati iblis dengan jasad manusia". (Riwayat Muslim)

Masa ini dikatakan pula dengan masa Dakhan Yang Makin Menebal. Dimana masa ini adalah masa kekosongan kepemimpinan.

Semenjak Diumumkannya Keruntuhan Kekhilafahan Turki Utsmani (Sistem Khilafah dihapuskan digantikan dengan system sekuler), menyebabkan muslimin meskipun semakin banyak bagaikan “buih” dilautan, namun keadaannya terkotak-kotak bagai kue lapis yang siap diserbu dan disantap oleh (kafirin) manusia yang kelaparan.


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda berkenan dengan keinginan kaum kafir untuk membinasakan kaum muslimin dan Islam, seperti yang dinyatakan dalam hadits Tsaubah Radhiyallahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.


"Artinya : Nyaris orang-orang kafir menyerbu dan membinasakan kalian seperti menyerbu makanan di atas piring. Berkata seseorang : Apakah karena sedikitnya kami waktu itu ? Beliau bersabda : Bahkan kalian pada waktu itu banyak sekali, akan tetapi kamu seperti buih di atas air. Dan Allah mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian serta menjangkitkan di dalam hatimu penyakit wahn. Seseorang bertanya : Wahai Rasulullah, apakah wahn itu ? Beliau bersabda : Mencintai dunia dan takut mati". (Riwayat Abu Dawud no. 4297. Ahmad V/278. Abu Na'im dalam Al-Hailah).

Dari hadits di atas dapat disimpulkan bahwa :

Kaum kafir saling menghasung untuk menjajah Islam, negeri-negerinya serta penduduknya.


Negeri-negeri muslimin adalah negeri-negeri sumber kebaikan dan barakah yang mengundang air liur kaum kafir untuk menjajahnya.


"Artinya : Akan kami jangkitkan di dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka mempersekutukan Allah, dimana Allah belum pernah menurunkan satu alasanpun tentangnya". ( Ali-Imran : 151).

Dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda : "Artinya : Aku diberi lima perkara yang belum pernah diberikan kepada seorang nabi pun sebelumku : Aku ditolong dengan rasa ketakutan dengan jarak satu bulan perjalanan ; dan dijadikan bumi untukmu sebagai tempat sujud ; .... dan seterusnya ". (Riwayat Bukhari, lihat Fathul Bari I/436. Muslim dalam Nawawi V/3-4 dari Jabir bin Abdullah Radhiyallahu 'anhu

Akan tetapi kekhususan tersebut dibatasi oleh sabda beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam hadits Tsauban yang lalu, yang menyatakan : "Allah akan mencabut rasa takut musuh-musuhmu terhadap kalian ...".

Dari hadits ini mengertilah kita bahwa kekuatan umat Islam bukanlah terletak pada jumlah dan perbekalannya, atau pada artileri dan logistiknya. Akan tetapi kekuatannya terletak pada aqidahnya. Seperti yang kita saksikan ketika Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab pertanyaan yang berkenan dengan jumlah, maka Beliau jawab : "Bahkan ketika itu kalian banyak sekali, akan tetapi kalian seperti buih di atas aliran air".

Keadaannya dari masa kemasa, muslimin semakin tersudutkan, terhinakan, terpuruk dan tersungkur ke dalam jurang kesengsaraan dan kenistaan. Sebab apa ?... Mengikuti seruan-seruan Jahiliyyah, terjebak kepada seruan Ashobiyah, Fanatik ‘Ulama & Golongan, Bershabar dan Ikhlash dalam Tafarruq, Perpecahan, Ber Firqah-Firqah.

Masa ini juga adalah masa pencarian. Muslimin mencari dan terus berusaha bagaimana caranya mempersatukan kembali puing-puing yang telah berserakan, kedalam wadah integritas masing-masing versi ‘Ulama penyerunya. Mempersatukan kekuatan muslimin untuk dapat menegakkan kembali system Khilafah dan mengembalikan masa kejayaan muslimin…


Fitnah Akhir Zaman (Bagian 1)

Fitnah Akhir zaman

Hadits Dari Shahabat Hudzaifah Radhiyallahu 'Anhu

Nash Hadits :

"Artinya : Dari Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu ‘Anhu berkata : Manusia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang kebaikan, sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena khawatir jangan-jangan menimpaku. Maka aku bertanya ; Wahai Rasulullah, sebelumnya kita berada di zaman Jahiliyah dan keburukan, kemudian Allah mendatangkan kebaikan ini. Apakah setelah ini ada keburukan ? Beliau bersabda : 'Ada'. Aku bertanya : Apakah setelah keburukan itu akan datang kebaikan ?. Beliau bersabda : Ya, akan tetapi didalamnya ada dakhanun. Aku bertanya : Apakah dakhanun itu ?. Beliau menjawab : Suatu kaum yang menjalankan sunnah dengan selain sunnahku dan memberi petunjuk dengan selain petunjukku. Jika engkau menemui mereka maka ingkarilah. Aku bertanya : Apakah setelah kebaikan itu ada keburukan ?. Beliau bersabda : Ya, da'i - da'i yang mengajak ke pintu Jahannam. Barangsiapa yang mengijabahinya, maka akan dilemparkan ke dalamnya. Aku bertanya : Wahai Rasulullah, berikan ciri-ciri mereka kepadaku. Beliau bersabda : Mereka mempunyai kulit seperti kita dan berbahasa dengan bahasa kita. Aku bertanya : Apa yang engkau perintahkan kepadaku jika aku menemuinya ?.

Beliau bersabda : Berpegang teguhlah pada Jama'ah Muslimin dan imamnya. Aku bertanya : Bagaimana jika tidak ada jama'ah maupun imamnya ? Beliau bersabda : Hindarilah semua firqah itu, walaupun dengan menggigit pokok pohon hingga maut menjemputmu sedangkan engkau dalam keadaan seperti itu". (Riwayat Bukhari VI615-616, XIII/35. Muslim XII/135-238 Baghawi dalam Syarh Sunnah XV/14. Ibnu Majah no. 3979, 3981. Hakim IV/432. Abu Dawud no. 4244-4247.Baghawi XV/8-10. Ahmad V/386-387 dan hal. 403-404, 406 dan hal. 391-399).

Yang Tersirat Dalam Hadits Ini Adalah :

1. Antara Sabilul Mu’minin (Periode Khair) Dan Sabilul Mujrimin (Periode Sar).

Penutup Para Nabi Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Alihi Wasalam tidak hanya mengajarkan Tentang Al Haq saja untuk mengikuti Sabilul Mu'minin (Sabiqunal Awwalun). Namun mengajarkan pula Tentang Al Bathil dan membuka tabir sejelas-jelasnya jalannya orang-orang yang suka berbuat dosa (Sabilul Mujrimin).

Allah berfirman.

"Artinya : Dan demikianlah, kami jelaskan ayat-ayat, supaya jelas jalannya orang-orang yang suka berbuat dosa". (Al-An'am : 55)

Karena kejelasan (istibanah) jalannya orang-orang yang suka berbuat dosa (sabilul Mujrimin) secara langsung berakibat pada jelasnya pula Sabilul Mu'minin. Oleh karena itu kejelasan Sabilul Mujrimin merupakan salah satu sasaran dari beberapa sasaran penjelasan ayat-ayat Allah Azza Wa Jalla. Karena ketidakjelasannya akan mengakibatkan keraguan dan ketidakjelasan Sabilul Muminin. Oleh karena itu,Pembukaan Tabir ketidakjelasannya adalah untuk menjelaskan keimanan, kebaikan dan kemaslahatan.

" Aku kenali keburukan tidak untuk berbuat buruk, akan tetapi untuk menjaga diri". "Barangsiapa yang tidak dapat membedakan antara kebaikan dan keburukan, maka akan terjerumus ke dalamnya".

Generasi Awwal umat ini -Hudzaifah Ibnul Yaman Radhiyallahu 'anhu sgt Mengerti Akan Hal Itu. Sehingga ia berkata :

"Manusia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Alihi Wasalam tentang kebaikan (Al Khair), sedangkan aku bertanya tentang keburukan (Sar), karena khawatir akan terjerembab di dalamnya".

Masa Khair :

Adalah Masa Khair menurut hadits ini penjelasannya Sebagaimana berikut (berdasarkan Al Hadits lagi) :

Imam Ahmad meriwayatkan:

حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ بْنُ دَاوُدَ الطَّيَالِسِيُّ حَدَّثَنِي دَاوُدُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الْوَاسِطِيُّ حَدَّثَنِي حَبِيبُ بْنُ سَالِمٍ عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ كُنَّا قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانَ بَشِيرٌ رَجُلًا يَكُفُّ حَدِيثَهُ فَجَاءَ أَبُو ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيُّ فَقَالَ يَا بَشِيرُ بْنَ سَعْدٍ أَتَحْفَظُ حَدِيثَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْأُمَرَاءِ فَقَالَ حُذَيْفَةُ أَنَا أَحْفَظُ خُطْبَتَهُ فَجَلَسَ أَبُو ثَعْلَبَةَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلَافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ

Telah berkata kepada kami Sulaiman bin Dawud al-Thayaalisiy; di mana ia berkata, "Dawud bin Ibrahim al-Wasithiy telah menuturkan hadits kepadaku (Sulaiman bin Dawud al-Thayalisiy). Dan Dawud bin Ibrahim berkata, "Habib bin Salim telah meriwayatkan sebuah hadits dari Nu’man bin Basyir; dimana ia berkata, "Kami sedang duduk di dalam Masjid bersama Nabi saw, –Basyir sendiri adalah seorang laki-laki yang suka mengumpulkan hadits Nabi saw. Lalu, datanglah Abu Tsa’labah al-Khusyaniy seraya berkata, "Wahai Basyir bin Sa’ad, apakah kamu hafal hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Alihi Wasalam yang berbicara tentang para pemimpin? Hudzaifah menjawab, "Saya hafal khuthbah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Alihi Wasalam." a) Hudzaifah berkata, "Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Alihi Wasalam bersabda, "Akan datang kepada kalian masa kenabian, dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Kemudian, Allah akan menghapusnya, jika Ia berkehendak menghapusnya. Setelah itu, akan datang masa Kekhilafahan ‘ala Minhaaj al-Nubuwwah; dan atas kehendak Allah masa itu akan datang. Lalu, Allah menghapusnya jika Ia berkehendak menghapusnya….

Masa Khairnya : Masa Nubuwwah dan Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah. Masa Khilafah ‘Ala Minhajin Nubuwwah adalah 30 tahun (kesimpulan As Sunnah Ash Shahihah)… Di Awwali Pembaitan Abu Bakar Ash Shiddiq (Tarikh Tsaqifah Bani Sa’adah) hg Wafat nya Shahabat Ali Bin Abi Thalib Radhiallahu ‘anhum Para pemegang sistem Kekhilafahan tersebut dinamakan Khulafaur Rasyidin Al MAhdiyyin. (Masa ini disebut Kekhalifahan ORTODOKS versi Orientalis>< Rasulullah menyebutnya dengan Khair=Zaman Keemasan Muslimin).

b) Adalah Jaminan Al Khair Dari Rasulullah berdasarkan Hadits Tentang Ikhtilafan Katsiran:

Wajibnya Mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa alihi wasalam Dan Sunnah Khulafaur Rasyidin Al Mahdiyyin….

“ …. Fa’alaikum bi sunnatii wa sunnatil Khulafaur Rasyidin Al Mahdiyyin….”

c) Banyaknya ayat-ayat Al Qur an dan As Sunnah Ash Shahihah yang mendukung Masa Khair ini.

• Masa Sar :

Masa Sar pertama adalah saat-saat terjadinya perpecahan didalam tubuh Muslimin denagn diawali adanya dua pembai’atan khalifah dalam satu Masa. Ya’ni pada masa Kekhalifahan Ali Bin Abi Thalib dan Shahabat Muawwiyah Bin Abu Sofyan. (Catatan: Penjelasan Sar nya pada Masa dan Perpecahannya, Sebab biar bagaimanapun Shahabat Ali Bin Abi Thalib maupun Muawwiyah Bin Abu Sofyan Radhiallahu ‘anhuma adalah shahabat-shahabat Rasulullah yang kebaikannya diabadikan oleh Allah Subhanahu wata’ala dalam Al Qur an dan juga As Sunnah Ash Shahihah, Mencelanya pun adalah terdapat ancaman yang serius).

Banyak ayat-ayat Al Qur-an dan juga As Sunnah Ash Shahihah yang menjelaskan tentang Buruk dan di Larangnya Perpecahan beserta ancaman-ancamannya (Wa’i).