Oleh: Ustadz Abul Hasan
Wajib Bersatu dan Haram Berpecah
Kemudian dalam ayat yang lain Allah Swt, berfirman:
“Khabarkan kepada orang-orang munafiq bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, yaitu orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan disisi orang kafir itu? Sesungguhnya tiada paling mengerikan melebihi adzab Allah Swt”.
Setelah
Hancurnya Kekhilafahan Turki Usmani, 3 Maret 1924, Kaum Muslimin di
seluruh dunia menjadi lemah dan terpecah. Mengapakah Harokah Islamiyah
yang ada sekarang belum juga mau bersatu, membangun kembali bangunan
yang telah diruntuhkan oleh musuh itu? Pertanyaan ini sebenarnya sudah
Out of Date, sudah ketinggalan zaman. Sebab jawabannya sudah tersedia
dalam Al Quran. Yaitu karena setiap Harokah Islam sudah merasa benar
dengan langkah yang ditempuhnya, lalu merasa bangga karenanya. Maka
pertanyaan yang paling essensial untuk ditanyakan : “Dengan alasan
apakah, masing-masing Harokah Islam yang ada sekarang membenarkan sikap
untuk tidak bersatu?
Dewasa
ini, Ummat Islam yang gemar membaca buku atau majalah Islam, walaupun
barang kali masih jarang membaca Al Quran atau Hadist Nabi Saw. Apalagi
meraka yang sudah terbiasa memperhatikan makna ayat-ayat Al Quran dan
menghayati isinya, tentu tidak kaget lagi bila kepadanya dikatakan,
bahwa berjamaah bagi kaum muslimin merupakan kewajiban Islami. Sebab
dalil-dalil Al Quran maupun Hadist cukup banyak menerangkan hal
tersebut, sehingga seluruh ulama dari zaman ke zaman secara ijmak
menyepakati bahwa berjamaah itu wajib hukumnya. Oleh karena itu, dalam
tulisan ini tidak akan dipaparkan secara detail dalil-dalil yang
mewajibkannya itu, termasuk juga pendapat para ulama, tidak akan dibahas
secara mendalam.
Apabila
kewajiban berjamaah ini telah difahami oleh kaum muslimin. Persoalannya
sekarang: Apakah kaum muslimin telah bersatu di dalam satu jamaah Islam
ataukah sebaliknya, terpecah menjadi banyak jamaah dari orang-orang
Islam ?
Sekiranya
jawabannya adalah: “Ya. Alhamdulillah telah bersatu di dalam ikatan tali
Jamaah muslimin”, maka artinya mereka telah memenuhi kewajibannya
dalam urusan tersebut. Akan tetapi jika jawabannya belum, maka
kewajibannya adalah menemukan adanya jamaah muslimin itu, lalu
mendaftarkan diri sebagai warganya atau ummatnya. Selanjutnya berjihad
didalamnya dalam rangka melakukan taat kepada Allah Swt, taat kepada
Rasul-nya, Ulil Amri dari orang-orang yang beriman, Sebagaimana
difirmankan Allah di dalam Surat An-Nisa Ayat 59 :
“Hai
orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada
Rasul-nya, dan kepada Ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
(Al Quran) dan Rasulnya (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman
kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan
lebih bauk akibatnya”.
Allah
Swt, telah mewajibkan orang-orang beriman untuk taat kepada Rasulnya
dan Ulil Amri diantara mereka. Oleh karena itu, mereka yang benar-benar
beriman, apabila ditanya, apakah dia sudah mempunyai Ulil Amri? Tidak
mungkin akan menjawab: “Saya tidak memerlukan Ulil Amri”. Tidak mungkin
dia berkata walau di dalam hati, “-Mengapa Allah memerintahkan kita
mentaati sesuatu yang tidak ada?” Nah, Siapakah Ulil Amri anda?
Jawabannya yang benar, tentu saja yang dibenarkan oleh Allah dan
Rasul-Nya.
Wajib Bersatu dan Haram Berpecah
Perintah
berjamaah, dimaksudkan agar kaum muslimin tetap utuh dalam satu
kesatuan ummah. Supaya terhindar dari kemungkinan timbulnya
firqah-firqah yang akan memecah belah kesatuan ummat Islam,
menghancurkan serta memporak-porandakan keutuhan jamaah. Karena
sesungguhnya, setiap bentuk perpecahan di kalangan ummat Islam telah
diancam oleh Allah, sebagaimana tertera di dalam Al Quran:
“…dan
janganlah kamu termasuk orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang
memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan.
Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan
meraka”. (QS.30:31-32)
Sesungguhnya
orang-orang yang memecah belah agama dan mereka (terpecah) menjadi
beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap
mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah,
kemudian Allah akan memberitahukan kepada apa yang telah mereka
perbuat”. ( QS.6:159 )
Masih
banyak ayat-ayat Al Quran yang mengharamkan berpecah dan berbantahan
yang mengakibatkan hilangnya kekuatan. Menegakkan Dien Islam selamanya
tidak akan sukses jika masih terdapat perpecahan di kalangan kaum
muslimin. Selanjutnya silahkan baca Al Quran Surat 6 :46 dan 42:13.
Perpecahan
yang diharamkan Allah dalam banyak ayat di atas, adalah perpecahan
sebagai akibat dari banyaknya jamaah-jamaah minal muslimin yang
masing-masing merasa benar dan bangga dengan golongannya. Mereka tidak
sudi bersatu menjadi satu jamaah di bawah satu Imamah, untuk hidup
bersama-sama menjalankan Syariat Islam. Dan diantara jamaah-jamaah dari
kaum muslimin, yang banyak kita saksikan sekarang barang kali ada juga
yang tidak menghendaki tafarruq. Lalu berusaha mempersatukan ummat,
dengan alasan belum wujudnya jamaah bagi keseluruhan kaum muslimin di
bawah kepemimpinan seorang imam atau khalifah mereka. Jika perkiraan itu
benar, maka jamaah minal muslimin yang sadar dan tulus, itulah yang
berkewajiban menyatakan diri sebagai jamaah ummat Islam dengan
keberanian memproklamirkan kekhilafahan (Daulah) di wilayah
kekuasaannya.
Apabila
ternyata di antara jamaah minal muslimin tidak sanggup berbuat demikian,
itu artinya belum lahir jamaah yang melingkupi keseluruhan kaum
muslimin di muka bumi atau khususnya bumi persada ini. Dan keadaan
demikian merupakan fitnah yang besar atas seluruh ummat Islam. Pada
gilirannya akan membawa akibat yang lebih fatal, tidak terlaksananya
Syariat Islam di dalam kehidupan mereka. Sementara mereka tetap takluk
di bawah genggaman kekuasaan non Islami, lengkap dengan segala
instrument hukum Jahiliyyah yang mereka restui. Disadari ataupun tidak,
pada saat kekuasaan Islam tidak wujud, maka secara otomatis Ummat Islam
terpaksa harus tunduk dan ikut andil di dalam mendukung dan menstabilkan
kekuasaan Thaghut yang
terang-terangan menolak Al Quran dan Hadist sebagai sumber hukum
Negara. Jama’atum minal muslimin yang dalam aktivitasnya tidak Ijtanibut
Thaghut (ingkar kepada Thaghut) dan hukum-hukumnya, sudah pasti mereka orang-orang munafiq. Dalam hal ini, Allah menegaskan dengan firman-Nya:
“Apabila
dikatakan kepada merka:”Marilah kamu tunduk kepada hukum Allah yang
telah diturunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang
munafik menghalangi manusia dengan sekuat-kuatnya dari mendekati kamu”.
( QS.4:60 )
Kemudian dalam ayat yang lain Allah Swt, berfirman:
“Dan
sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap ummat untuk
menyerukan,”Sembahlah Allah saja dan jauhilah Thaghut”, maka diantara
ummat itu ada yang diberi petunjuk dan ada pula di antaranya yang telah
pasti kesesatan baginya”. (QS.16:36 )
Bahaya
terbesar yang akan terjadi manakala kaum muslimin mengakui kepemimpinan
orang-orang kafir ( orang yang menolak hukum Allah secara kaffah ) atas
diri mereka. Telah diinformasikan oleh Allah melalui Al Quran Surat
An-Nisa ayat 139:
“Khabarkan kepada orang-orang munafiq bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, yaitu orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan disisi orang kafir itu? Sesungguhnya tiada paling mengerikan melebihi adzab Allah Swt”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar