Minggu, September 22, 2013

Kewajiban Berjamaah di Dalam Dienul Islam

Oleh: Ustadz Abul Hasan

Setelah Hancurnya Kekhilafahan Turki Usmani, 3 Maret 1924, Kaum Muslimin di seluruh dunia menjadi lemah dan terpecah. Mengapakah Harokah Islamiyah yang ada sekarang belum juga mau bersatu, membangun kembali bangunan yang telah diruntuhkan oleh musuh itu? Pertanyaan ini sebenarnya sudah Out of Date, sudah ketinggalan zaman. Sebab jawabannya sudah tersedia dalam Al Quran. Yaitu karena setiap Harokah Islam sudah merasa benar dengan langkah yang ditempuhnya, lalu merasa bangga karenanya. Maka pertanyaan yang paling essensial untuk ditanyakan : “Dengan alasan apakah, masing-masing Harokah Islam yang ada sekarang membenarkan sikap untuk tidak bersatu?

Dewasa ini, Ummat Islam yang gemar membaca buku atau majalah Islam, walaupun barang kali masih jarang membaca Al Quran atau Hadist Nabi Saw. Apalagi meraka yang sudah terbiasa memperhatikan makna ayat-ayat Al Quran dan menghayati isinya, tentu tidak kaget lagi bila kepadanya dikatakan, bahwa berjamaah bagi kaum muslimin merupakan kewajiban Islami. Sebab dalil-dalil Al Quran maupun Hadist cukup banyak menerangkan hal tersebut, sehingga seluruh ulama dari zaman ke zaman secara ijmak menyepakati bahwa berjamaah itu wajib hukumnya. Oleh karena itu, dalam tulisan ini tidak akan dipaparkan secara detail dalil-dalil yang mewajibkannya itu, termasuk juga pendapat para ulama, tidak akan dibahas secara mendalam.

Apabila kewajiban berjamaah ini telah difahami oleh kaum muslimin. Persoalannya sekarang: Apakah kaum muslimin telah bersatu di dalam satu jamaah Islam ataukah sebaliknya, terpecah menjadi banyak jamaah dari orang-orang Islam ?

Sekiranya jawabannya adalah: “Ya. Alhamdulillah telah bersatu di dalam ikatan tali Jamaah muslimin”, maka artinya mereka telah memenuhi kewajibannya dalam urusan tersebut. Akan tetapi jika jawabannya belum, maka kewajibannya adalah menemukan adanya jamaah muslimin itu, lalu mendaftarkan diri sebagai warganya atau ummatnya. Selanjutnya berjihad didalamnya dalam rangka melakukan taat kepada Allah Swt, taat kepada Rasul-nya, Ulil Amri dari orang-orang yang beriman, Sebagaimana difirmankan Allah di dalam Surat An-Nisa Ayat 59 :

“Hai orang-orang yang beriman, taatlah kepada Allah dan taatlah kepada Rasul-nya, dan kepada Ulil Amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasulnya (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih bauk akibatnya”.

Allah Swt, telah mewajibkan orang-orang beriman untuk taat kepada Rasulnya dan Ulil Amri diantara mereka. Oleh karena itu, mereka yang benar-benar beriman, apabila ditanya, apakah dia sudah mempunyai Ulil Amri? Tidak mungkin akan menjawab: “Saya tidak memerlukan Ulil Amri”. Tidak mungkin dia berkata walau di dalam hati, “-Mengapa Allah memerintahkan kita mentaati sesuatu yang tidak ada?” Nah, Siapakah Ulil Amri anda? Jawabannya yang benar, tentu saja yang dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya.

Wajib Bersatu dan Haram Berpecah

Perintah berjamaah, dimaksudkan agar kaum muslimin tetap utuh dalam satu kesatuan ummah. Supaya terhindar dari kemungkinan timbulnya firqah-firqah yang akan memecah belah kesatuan ummat Islam, menghancurkan serta memporak-porandakan keutuhan jamaah. Karena sesungguhnya, setiap bentuk perpecahan di kalangan ummat Islam telah diancam oleh Allah, sebagaimana tertera di dalam Al Quran:

“…dan janganlah kamu termasuk orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan meraka”. (QS.30:31-32)

Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agama dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada apa yang telah mereka perbuat”. ( QS.6:159 )

Masih banyak ayat-ayat Al Quran yang mengharamkan berpecah dan berbantahan yang mengakibatkan hilangnya kekuatan. Menegakkan Dien Islam selamanya tidak akan sukses jika masih terdapat perpecahan di kalangan kaum muslimin. Selanjutnya silahkan baca Al Quran Surat 6 :46 dan 42:13.

Perpecahan yang diharamkan Allah dalam banyak ayat di atas, adalah perpecahan sebagai akibat dari banyaknya jamaah-jamaah minal muslimin yang masing-masing merasa benar dan bangga dengan golongannya. Mereka tidak sudi bersatu menjadi satu jamaah di bawah satu Imamah, untuk hidup bersama-sama menjalankan Syariat Islam. Dan diantara jamaah-jamaah dari kaum muslimin, yang banyak kita saksikan sekarang barang kali ada juga yang tidak menghendaki tafarruq. Lalu berusaha mempersatukan ummat, dengan alasan belum wujudnya jamaah bagi keseluruhan kaum muslimin di bawah kepemimpinan seorang imam atau khalifah mereka. Jika perkiraan itu benar, maka jamaah minal muslimin yang sadar dan tulus, itulah yang berkewajiban menyatakan diri sebagai jamaah ummat Islam dengan keberanian memproklamirkan kekhilafahan (Daulah) di wilayah kekuasaannya.

Apabila ternyata di antara jamaah minal muslimin tidak sanggup berbuat demikian, itu artinya belum lahir jamaah yang melingkupi keseluruhan kaum muslimin di muka bumi atau khususnya bumi persada ini. Dan keadaan demikian merupakan fitnah yang besar atas seluruh ummat Islam. Pada gilirannya akan membawa akibat yang lebih fatal, tidak terlaksananya Syariat Islam di dalam kehidupan mereka. Sementara mereka tetap takluk di bawah genggaman kekuasaan non Islami, lengkap dengan segala instrument hukum Jahiliyyah yang mereka restui. Disadari ataupun tidak, pada saat kekuasaan Islam tidak wujud, maka secara otomatis Ummat Islam terpaksa harus tunduk dan ikut andil di dalam mendukung dan menstabilkan kekuasaan Thaghut yang terang-terangan menolak Al Quran dan Hadist sebagai sumber hukum Negara. Jama’atum minal muslimin yang dalam aktivitasnya tidak Ijtanibut Thaghut (ingkar kepada Thaghut) dan hukum-hukumnya, sudah pasti mereka orang-orang munafiq. Dalam hal ini, Allah menegaskan dengan firman-Nya:

“Apabila dikatakan kepada merka:”Marilah kamu tunduk kepada hukum Allah yang telah diturunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi manusia dengan sekuat-kuatnya dari mendekati kamu”. ( QS.4:60 )

Kemudian dalam ayat yang lain Allah Swt, berfirman:

“Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap ummat untuk menyerukan,”Sembahlah Allah saja dan jauhilah Thaghut”, maka diantara ummat itu ada yang diberi petunjuk dan ada pula di antaranya yang telah pasti kesesatan baginya”. (QS.16:36 )

Bahaya terbesar yang akan terjadi manakala kaum muslimin mengakui kepemimpinan orang-orang kafir ( orang yang menolak hukum Allah secara kaffah ) atas diri mereka. Telah diinformasikan oleh Allah melalui Al Quran Surat An-Nisa ayat 139:

“Khabarkan kepada orang-orang munafiq bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, yaitu orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan disisi orang kafir itu? Sesungguhnya tiada paling mengerikan melebihi adzab Allah Swt”.

Tidak ada komentar: