Kamis, November 28, 2013

Kemuliaan Ilmu dan Ulama



Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari Abud Darda’radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh keutamaan seorang ahli ilmu di atas ahli ibadah adalah laksana keutamaan bulan purnama di atas seluruh bintang-gemintang. Sesungguhnya para ulama adalah pewaris nabi-nabi. Sedangkan para nabi tidak mewariskan uang dinar ataupun dirham, akan tetapi mereka mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambil ilmu itu niscaya dia memperoleh jatah warisan yang sangat banyak.” (lihat Akhlaq al-’Ulama, hal. 22)
Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari Zur bin Hubaisy. Dia berkata: Shofwan bin ‘Asal al-Muradi mengabarkan kepada kami. Dia berkata: Aku pernah datang menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku berkata, “Wahai Rasulullah, aku datang untuk menuntut ilmu.” Beliau pun menjawab, “Selamat datang, wahai penuntut ilmu. Sesungguhnya penuntut ilmu diliputi oleh para malaikat dan mereka menaunginya dengan sayap-sayap mereka. Kemudian sebagian mereka menaiki sebagian yang lain sampai ke langit dunia, karena kecintaan mereka terhadap apa yang mereka lakukan.” (lihat Akhlaq al-’Ulama, hal. 37)
Ibnu Wahb meriwayatkan dari Imam Malik. Imam Malik berkata: Aku mendengar Zaid bin Aslam -gurunya- menafsirkan firman Allah ta’ala (yang artinya), “Kami akan mengangkat kedudukan orang-orang yang Kami kehendaki.” (QS. Yusuf: 76). Beliau berkata, “Yaitu dengan ilmu.” (lihat Syarh Shahih al-Bukhari karya Ibnu Baththal [1/133], Umdat al-Qari [2/5], dan Fath al-Bari [1/172])
Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari Mujahid mengenai makna firman Allah (yang artinya), “Allah berikan hikmah kepada siapa pun yang dikehendaki-Nya.”Mujahid menafsirkan, “Yaitu ilmu dan fikih/pemahaman.” (lihat Akhlaq al-’Ulama, hal. 19)
Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari Mujahid tentang maksud firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya), “Dan ulil amri di antara kalian.” Beliau menjelaskan,“Yaitu para fuqoha’ dan ulama.” (lihat Akhlaq al-’Ulama, hal. 21)
Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari al-Hasan, bahwa Abud Darda’radhiyallahu’anhu berkata, “Perumpamaan para ulama di tengah-tengah umat manusia bagaikan bintang-bintang di langit yang menjadi penunjuk arah bagi manusia.” (lihatAkhlaq al-’Ulama, hal. 29)
Imam al-Ajurri meriwayatkan dengan sanadnya dari Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbasradhiyallahu’anhuma, beliau mengatakan, “Seorang pengajar kebaikan dan orang yang mempelajarinya dimintakan ampunan oleh segala sesuatu, sampai ikan di dalam lautan sekalipun.” (lihat Akhlaq al-’Ulama, hal. 43-44)

Petaka Lenyapnya Ilmu

Dari Anas bin Malik radhiyallahu’anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Sebagian di antara tanda dekatnya hari kiamat adalah diangkatnya ilmu, kebodohan merajalela, khamr ditenggak, dan perzinaan merebak.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-’Ilm[80] dan Muslim dalam Kitab al-’Ilm [2671])
Hancurnya alam dunia ini -dengan terjadinya kiamat- akan didahului dengan hancurnya pilar-pilar penegak kemaslahatan hidup manusia yang menopang urusan dunia dan akherat mereka. Di antara pilar tersebut adalah; agama, akal, dan garis keturunan/nasab. Rusaknya agama akibat hilangnya ilmu. Rusaknya akal akibat khamr. Adapun rusaknya nasab adalah karena praktek perzinaan yang merajalela di mana-mana (lihat Fath al-Bari[1/218])
Yang dimaksud terangkatnya ilmu bukanlah dicabutnya ilmu secara langsung dari dada-dada manusia. Akan tetapi yang dimaksud adalah meninggalnya para ulama atau orang-orang yang mengemban ilmu tersebut (lihat Fath al-Bari [1/237]).
Hal itu telah dijelaskan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Abdullah bin Amr al-Ash radhiyallahu’anhuma“Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu itu secara tiba-tiba -dari dada manusia- akan tetapi Allah mencabut ilmu itu dengan cara mewafatkan para ulama. Sampai-sampai apabila tidak tersisa lagi orang alim maka orang-orang pun mengangkat pemimpin-pemimpin dari kalangan orang yang bodoh. Mereka pun ditanya dan berfatwa tanpa ilmu. Mereka itu sesat dan menyesatkan.” (HR. Bukhari dalam Kitab al-’Ilm [100] dan Muslim dalam Kitab al-’Ilm [2673])
Di dalam riwayat Ahmad dan Thabrani dari jalan Abu Umamah radhiyallahu’anhudisebutkan bahwa ketika Hajjatul Wada’ Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Ambillah ilmu sebelum sebelum ia dicabut atau diangkat.” Maka ada seorang Badui yang bertanya, “Bagaimana ia diangkat?”. Maka beliau menjawab, “Ketahuilah, hilangnya ilmu adalah dengan perginya (meninggalnya) orang-orang yang mengembannya.” (lihat Fath al-Bari [1/237-238])
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “… Kebutuhan kepada ilmu di atas kebutuhan kepada makanan, bahkan di atas kebutuhan kepada nafas. Keadaan paling buruk yang dialami orang yang tidak bisa bernafas adalah kehilangan kehidupan jasadnya. Adapun lenyapnya ilmu menyebabkan hilangnya kehidupan hati dan ruh. Oleh sebab itu setiap hamba tidak bisa terlepas darinya sekejap mata sekalipun. Apabila seseorang kehilangan ilmu akan mengakibatkan dirinya jauh lebih jelek daripada keledai. Bahkan, jauh lebih buruk daripada binatang di sisi Allah, sehingga tidak ada makhluk apapun yang lebih rendah daripada dirinya ketika itu.” (lihat al-’Ilmu, Syarafuhu wa Fadhluhu, hal. 96)
Dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Perumpamaan petunjuk dan ilmu yang Allah utus aku untuk mendakwahkannya laksana hujan deras yang membasahi bumi. Di muka bumi itu ada tanah yang baik sehingga bisa menampung air dan menumbuhkan berbagai jenis pohon dan tanam-tanaman. Adapula jenis tanah yang tandus sehingga bisa menampung air saja dan orang-orang mendapatkan manfaat darinya. Mereka mengambil air minum untuk mereka sendiri, untuk ternak, dan untuk mengairi tanaman. Hujan itu juga menimpa tanah yang licin, ia tidak bisa menahan air dan tidak pula menumbuhkan tanam-tanaman. Demikian itulah perumpamaan orang yang paham tentang agama Allah kemudian ajaran yang kusampaikan kepadanya memberi manfaat bagi dirinya. Dia mengetahui ilmu dan mengajarkannya. Dan perumpamaan orang yang tidak mau peduli dengan agama dan tidak mau menerima hidayah Allah yang aku sampaikan.” (HR. Bukhari)
Imam al-Qurthubi rahimahullah menjelaskan segi keserupaan antara hujan dengan ilmu agama. Beliau berkata, “Sebagaimana hujan akan menghidupkan tanah yang mati (gersang), demikian pula ilmu-ilmu agama akan menghidupkan hati yang mati.” (lihat Fath al-Bari [1/215]).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Allah subhanahu menjadikan ilmu bagi hati laksana air hujan bagi tanah. Sebagaimana tanah/bumi tidak akan hidup kecuali dengan curahan air hujan, maka demikian pula tidak ada kehidupan bagi hati kecuali dengan ilmu.” (lihatal-’Ilmu, Syarafuhu wa Fadhluhu, hal. 227). Wallahu a’lam.

Penulis: Abu Mushlih Ari Wahyudi
Artikel Muslim.Or.Id

Senin, Oktober 07, 2013

Dialogh Aba Salma yg Salafy dengan Abu Azi Al Jayakarta As Salafy

BANTAHAN BUAT ABU AZI DAN KAWAN-KAWAN (bagian I)

Alqur’an dan sunnah yang mana ? dipahami oleh siapa ?
Semua kaum msulimin telah sepakat bahwa yang namanya amir, jamak umaro adalah penguasa !
Antumdapat buka kamus cari arti kalimiat berikut :
Umaro, imam, sulthon, wulatul umur, mulkan, dll yang ada dalam hadits-hadits tentang jamaah dan imamam pasti akan anda dapati itu semua berarti penguasa. JAdi telah ma’ruf di kalangan kaum msulimin bahwa ulil amri adalah penguasa.
Ini kebodohon yang bertingkat-tingkat (jahlul murokkab, maaf ini mesti saya ucapkan agar kalian sadar. Berkali-kali saya katakan bahwa Kepemimpinan kaum muslimin telah terpecah semenjak masa abasiyah, dan tidak satu imam ahli hadits dan ahli fikih yang membuat jamaah di bawah tanah seperti wali alfatah.)


itulah kenyataan, namun apakah semua itu tidak ada jalan keluarnya ?,
Apakah jalan keluarnya dengan membuat amir baru yang tidak berkuasa, sementara yang dimaksudkan imam, amir dan semisalnya adalah penguasa ?
Apakah mampu kalian melawan kepemimpinan yahudi dan nasrani tanpa kekuasaan ? Sementara mereka memiliki kekuasaan. Tidak malukah kalian mau melawan yahudi dan nasrani dengan yel-yel bebaskan palestina, palestina haquna dan semisalnya ? Bodoh sekali kalian ini.

Saudaraku…yang masih memiliki akal sehat ! Ketahuilah Abu Bakar, Umar, Utsma, Ali Radhiallahu anhum, mereka semua memiliki kekuatan dan kekuasaan yang dapat memerangi siapa yang melanggar syariat Allah sekaligus memerangi kaum kuffar yang menghina kaum muslimin. Itulah yang namanya imam, amir atau semisalnya.
Demikian juga Muawiyah, abasiyah, turki utsmani semuanya berbentuk kerajan yang memiliki kekuatan, wilayah kekuasaan dan rakyat.
Itu kenyataan, itu ayat-ayat Allah. Apakah kalian menafikkan semua itu ? Apakah kalian tidak berfikir ?
inna fikholgi assamawati wal ardhi wahtilafil laili wannahari li ayati liqoumii yatafakkaruun


Semoga Allah memberikan kepahaman dan keikhlasan kita dalam beramal.
Saudaraku, ketahuilah…mengikuti khulafaur Rasyidin, itu bukan hanya masalah kepemimpinannya belaka, dan juga bukan pengakuan belaka.
Mengikuti sunnah nabi dan sunnah khulafa itu dalam segala perkara.
Sehingga imam yang mengikuti sunnah mereka adalah memiliki ciri-ciri diantaranya :
1. Memerangi kuffar
2. memerangi nabi-nabi palsu
3. memerangi kaum msulimin yang menyimpang dari kalangan ahlul ahwa dan ahlul bid’ah
4. menegakkan hukum-hukum Allah
5. mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah dalam segala hal baik itu muamalah, akhlaq, ibadah dls.
itu sebagian yang dapat disebutkan dalam kesempatan ini.

Kemudian sekarang kita mengaca…pantaskah jaman seperti ini, lebih-lebih imam dan jamaah antum mendapat gelar khilafah ‘ala minhajin nubuwwah yang ini berarti menyamakan kedudukan imam dan jamaah antum setingkat dengan kedudukan Abu Bakar, Umar, Utsman dan ali rodhiallahu anhum ajmain Sehingga jamaah antum diberi nama khilafah ‘ala minhajin nubuwwah. Apakah ini benar dan pantas saudaraku ? Apakah ini benar saudaraku ? Berfikirlah wahai orang-orang yang memilki akal. Kalau ilmu baru itu yang benar, apakah ana harus diam ? membiarkan kalian dalam kesesatan ?
Kalau sudah menyadari, bahwa hizbullah bukan nama akan tetapi predikat, yan tinggalkan JMH dan jangan mengklaim diri. Ketahuilah dalam alqur’an hanya ada dua kalimat hizbullah yang termaktub dalam dua ayat.
Dalam ayat tersebut, banyak ciri-ciri / amalan-amalan yang harus dilalui agar suatu ummat mendapat gelar hizbullah.
Apakah hanya mendirikan jamaah dan diberi nama hizbullah otomatis jamaah itu disebut hizbullah ?
Jangan melamun saudaraku….

Semoga Allah memberi hidayah, silahkan terus utarakan kegelisahan kalian.
Ini semua pernyartaan-pernyataan basi yang saya alhamdulillah telah mampu meninggalkannya.
Ketahuilah…sekali lagi ketahuilah….! Saya dulu juga seperti kalian dan sekarang telah Allah bimbing untuk meninggalkan kesesatan itu.

Justru yang kalian sebutkan menunjukkanbahwa sistem selain sistem kholifah, yaitu sistem kerajaan ketika telah tegak berdiri memimpin kaum msulimin tetap dihukumi sebagai ulil amri, dilarang memberontaknya karena akan menimbulkan perpecahan dan pertumpahan darah. Oleh karena itulah RAsulullah bersabda :
Man mata khoroja minal jamaah mata mitatan jahiliyah, dalam lafadz lain man mata khoroja minash shulthon mata mitatan jahiliyyah (atau sebagaimana sabda RAsulullah)

Akhi….apa yang dimaksud khoroj, apakah keluar dari jamaah ayng tidak punya kekuasaan seperti kalian ?
Aduh….kasihan kalian.
Ketahuilah khuruj yang dimaksud disitu para ulama menjelaskan adalah memberontak, sehingga menimbulkan peperangan seihingga pemberontaknya mati karena perang hendak membunuh kaum muslimin yang lain. Fahami saudaraku, hadits ini menunjukkan dilarangnya peperangan.
Dalam sisi yang lain khruj disini adalah memprovokasi kaum msulimin untuk tidak taat, berani dan memberontak kepada penguasannya (walaupun berbentuk kerajaan seperti jaman setelah khilafah rosyidah) dan menimbulkan kegelisahan di lingkungan kaum msulimin, sehingga menimbuilkan penguasa marah dan menumpas orang-orang yang memprovokasi kaum muslimin untuk berani tidak taat kepadanya. Ini maknaya tidak seperti yang antum fahami tidak mau berbaiat kepada imam kalian.

Coba kalau ini difahami keluar dari imam kalian ….maka akan terjadi kejanggalan-kejanggalan. Diantaranya :
1. Imam kalian tidak mampu memrangi orang yang keluar dari jamaah kalian karena imam kalian bukan penguasa.
2. Keluar dari jamaah kalian sama sekali tidak menimbulkan marabahaya bagi kaum msulimin. Karena imam kalian tidak berarti apa=apa bagi kaum muslimin.
3. Ternyata Orang-orang jamaah Muslimin tetap masih bekerja di tempat Bpk Agus Rizky Sujarwo padahal semestinya Bp[k Agus mereka bunuh kok malah bekerja di tempatnya, aneh abnget ya…?
dll yang tidak mungkin saya sebutkan semuanya.

Mudah-mudahan tulisan ana ini bermanfaat buat ikhwan-ikhwn ana yang masih menyakini wajibnya berbaiat kepada imam Jamaah Muslimin (Hizbullah).
Afwan karena kesalahan teknis, artikelnya tidak dapat dibuka lengkap. Dulu waktu nulis dan posting ana lagi belajar WP, ternyata sekarang tidak dapat di akses dan arsip di flashdisk ana tiak dapat ditemukan. Jadi untuk bantahan buat abu azi (1) tidak dapak dapat dibaca.

Tapi akhwan JMH bisa langsung baca Bantahan buat Abu Azi (dua).
Alhamdulillah sepertinya Akhina Abu Azi sudah menyadari kesalahanya.
Namun memang untuk dapat keluar dari jamaah HIzbiyah seperti itu sangat sulit. Membutuhkan tekat yang kuat mengharap wajah Allah semata. Kenapa karena ikatan hizbiyyah itu sangat kuat, persaudaraannya luar biasa. Namun di samping itu yang mengherannkan, karena namanya juga bid’ah ketika orang keluar dari jamaahnya langsung terputus hubungan bahkan cenderung dibenci dan di jauhi. Inilah persaudaraan di atas bid’ah.
Afwan kok jadi ngajari Abu Luqman.

Oh..ya akhi …ana minta bantuan kepada antum semua untuk dapat membuat tulisan atau apalah
untuk menyelamatkan ikhwan-ikhwan ana yang masih di JMH, mungkin tulisan ana yang bodoh kurang dapat membantu mereka. Ketahuilah akhi….ana melihat banyak ikhwan di JMH yang bersemangat kepada kebenaran namun, rintangan dari pimpinan-pimpinan mereka sangat kuat juga ancaman, atau resiko putrus hubungan. Itu yang membuat orang-orang yang kurang ilmu merasa takut untuk keluar. Ana sangat iba melihat mereka.
Doakan saja ikhwan-ikhwan di JMH agar dapat menyadari kekeliruannya dan semoga Allah memberi barokah dakwah salafyah di bumi Ini.
Balas

Barokallahufikum. Ketahuilah diantara prinsip dakwah salafyah adalah menjelaskan kepada kaum muslimin atas wajibnya taat kepada pemimpin dalam hal ini adalah penguasa kaum muslimin yang masih muslim. Kalau saja imam anda benar-benar imam yang sesuai dengan syareat yaitu berkuasa, dan nyata memimpin kaum muslimin, diketahui oleh kaum muslimin bahwa imam anda benar-benar memimpin tentunya kami akan tunduk dan taat.
Namun sayang imam anda adalah dalamkhayalan. Seorang imam yang diimami (dipimpin) oleh orang lain.
Jawablah saudaraku :
Siapakah pemimpin Abu bakar, Umar, Utsma, Ali Radhiallahu anhum ketika mereka menjadi kholifah ?
Adakah penguasa lain di Jazirah Arab waktu itu ? Sadarlah saudaraku !!! Jangan melamun lihat kenyataat, belajar dengan sungguh-sungguh. Afwan, Ana tidak tahu bahkan setahu ana tidak ada. sebab nama jamaah muslimin itu pertama kali dipakai oleh wali alfatah ketika dia menemukan hadits hudzaifah tersebut. yaitu talzamu jamaah muslimin wa imamahum.
Haditsnya betul akan tetapi pengamalannya yang salah karena jamaah muslimin bukan nama. buktinya tidak ada satupun kholifah rosyidah atau para ulama menggunakan nama jamaah muslimin dalam kelompoknya tau kepemimpinannya.
Dapat terjadi demikian karena wali alfatah (imam jmh yang pertama) tidak belajar terlebih dulu untuk mengamalkan hadits, wali alfatah tidak faham maksud dari beriltizam dengan jamaah muslimin.


Karena perintahnya adalah beriltizam dengan jamaah muslimin maka nama jamaahnya diganti menjadi jamaah muslimin (hizbullah), jelas ini adalah kebodohanTitik penting kekeliruan mereka adalah : Mereka tidak mau memahami alqur’an an sunnah sesuai dengan apa yang dipahami oleh para ulama-ulama ahlussunnah yang kaum muslimin telah menerima mereka semua sebagai ulama.
Semua kelompok ya mengatkan bahwa berpedoman dengan alqur’an dan sunnah akan tetapi pertanyaannya siapa yang memahami alqur’an dan sunnah tersebut ? Apakah semua orang boleh semaunya sendiri memahami alqur’an dan assunnah ? Tentu tidak, pemahaman tersebut haruslah merujuk kepada apa yang telah dipahami oleh generasi pertama ummat ini dari kalangan sahabat, tabiin, tabiut tabiin dan para ulama yang komitmen dengan islam ini.

Dan semua para ulama islam tidak mengamalkan hadits talzamu jamaah muslimin seperti wali alfatah, sebab itulah nama jamaah muslimin sebagai kelompok baru muncul sejak munculnya wali alfatah. ini membuktikan bahwa amalan ini muhdats (hal baru) dengan demikian ini adalah amalan bid’ah yang kaum muslimin semuanya harus meninggalkannya.

Mereka sangat lucu mau mengambil hadits dari ahli hadits akan tetapi mereka tidak mau mengambil faham ahli hadits tersebut.
Tanyakan kepada mereka apakah Imam Bukhori dan Muslim yang haditsnya mereka jadikan pedoman membuat jamaah muslimin seperti mereka ?

BANTAHAN BUAT ABU AZI DAN KAWAN-KAWAN (Bagian II) 
Posted on April 2, 2007 by Abu Salma Mohamad Fachrurozi
Oleh : Abu Salma Mohamad Fachrurozi
 Alhamdulillah, Saya bersyukur masih ada orang-orang di Jama’ah Muslimin (Hizbullah) yang komitmen kepada Sunnah sebagaimana akhuna Abu Azi. Dalam banyak hal beliau sepakat dengan saya sebagaimana ucapannya ”Bahwasanya Dakwah para Nabi hingga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wa sallam, selain Kalimatut Tauhid adalah ana Nabiyullah atau ‘abduhu wa rasuluhu, Waasyhadu anna Muhammadun rasulullah, begitu pula masa khulafaur rasyidin dakwah ilallah wa ilaa rasulillah dan juga sistem kekhilafahannya.”
Alenia yang saya nukil tersebut benar adanya, dan saya telah sepakat. Namun ada satu perbedaan, yaitu pada cara saya dan cara Abu Azi tempuh untuk mendakwahkan dan mewujudkan sistem kekhilafahan. Abu Azi memperjuangkan Sistem Khilafah mengikuti Wali Al Fatah sedangkan saya Insya Allah berusaha memperjuangkan sistem khilafah dengan bimbing dan penjelasan-penjelasan ulama-ulama ahlussunnah. (Insya Allah).
Jadi sekali lagi, kami tidaklah menafikkan sistem khilafah, bahkan kamipun akan terus berjuang terutama, mendidik pribadi saya, istri dan anak-anak agar terus komitmen dengan Islam dalam segala perkara termasuk juga sistem khilafah yang merupakan bagian dari Islam.
Oleh karena itu saya merasa terpanggil untuk segera memberi pertolongan padanya, walaupun sesungguhnya ada agenda lain yang harus saya tulis. Sungguh saya iba, melihat generasi muda yang notabene adalah harapan kaum muslimin terjebak pemikiran Wali Al Fatah. Sehingga di antara mereka terkungkung dalam pemahaman yang baku buatan Wali Al Fatah1 dan tak mampu keluar sedikitpun dari koridor tersebut.
Diantara syubhat yang mereka banggakan dan sangat diyakini kebenarannya bagi pengagum Wali Al Fatah adalah peristiwa ditundanya Jasad Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Berulang-ulang mereka mengatakan “…….Sebab betapa pentingnya masalah kepemimpinan ini sehingga pemakaman jenazah Rasulullah saja tertunda hingga hari Kamis padahal seharusnya disegerakan, Begitu pembai’atan Abu Bakar barulah jenazah beliau dikuburkan dibawah komando khalifah Abu Bakar, termasuk amanat melanjutkan jihad qital kepada Usama yang sempat terhenti tatkala mendengar khabar wafatnya Rasulullah, atau memerangi nabi palsu dan memerangi orang2 yang tiada mau berzakat.dan lain2nya. Sama halnya para pelanjutnya hingga para mulkan/sulthan pun begitu (yang baik dan ‘adil). Fa’alaikum bisunnatii wasunnatil khulafaur rasyidin almahdiyyin.“
Begitulah atau semisalnya kalimat itu diusung kemana-mana untuk mengajak kaum muslimin berbai’at kepada Imam Jama’ah Muslimin (Hizbullah). Walaupun Imamnya sama sekali tidak berfungsi sebagaimana Kholifah atau sulthon yang pernah ada.
Bahkan Kholifahnya tidak memiliki kekuasaan sama sekali, Apalagi jihad kital, mencegah anggotanya dari minum khomr, merokok, jual barang haram dan kemaksiatan-kemaksiatan yang lainnya sedikitpun tidak mampu. Anehnya kemana-mana mereka mengatakan bahwa Imamnya adalah Kholifah yang seluruh kaum muslimin wjib membai’atnya. Ini menggelikan.
Coba tanyalah kepada siapapun termasuk harokah-harokah pejuang khilafah yang lain. Dapatkah imam Jama’ah Muslimin (Hizbullah) disebut Kholifah ? Pasti jawabnya tidak bisa.
Walaupun saya tidak sepakat dengan HT atau IM dalam cara memperjuangkan khilafah, namun dalam mendefinisikan khilafah Insya Allah tidak ada perbedaan. Saya, HT dan IM serta kelompok-kelompok lain seperti MMI dan yang lainnya sepakat bahwa khilafah Islamiyah adalah suatu hal yang sangat urgen perlu terus diperjuangkan. Dan yang dimaksud Kholafah oleh semua kelompok itu adalah Seorang pemimpin yang menyatukan kaum muslimin, yang menguasai kaum muslimin, yang menghukumi kaum muslimin jika terjadi pelanggara-pelanggaran, Dan dapat membela kaum muslimin dari tindakan-tindakan orang kafir dan mush-musuh islam lainnya. Dan terutama adalah menjaga keamanan kaum mulimin beribadah mengabdi kepada Sang Kholiq.
Dengan posisi kholifah seperti inilah islam menjadi Rahmatan Lil ‘alamin, yaitu menjaga darah, menjaga harta, menjaga kehormatan, menjaga keadailan dan menjaga hak-hak asasi manusia termasuk hak-hak beragama orang-orang kafir asalkan mau membayar jizah pada penguasa kaum muslimin.
Sungguh mereka (Wali Al Fatah dan pengikutnya) mengabaikan fungsi Imam, mengabaikan makna Kholifah, mengabaikan bahwa semua Kholifah, Sulthon, dan penguasa-penguasa Islam sepanjang sejarah adalah penguasa. Yang dapat mengatur kaum muslimin, mencegah kaum muslimin dari tindakan mendholimi muslimin lain, menghalau orang kafir yang memusuhi, mencegah kejahatan, mengatur kehidupan bermasyarakat agar peribadatan kepada Al Kholiq terwujud seperti sholat jama’ah, puasa, haji, idul fitri, jihad dll.
Kemana akal sehat Abu Azi, racun apa yang menyumbat pemikirannya. Sungguh sulit di ucapkan dengan kata-kata yang tepat untuk menyebut kejumudan mereka.
Untuk pertolongan awal padanya sekali lagi saya ajak kepadanya untuk meyakini tehadap kebenaran Hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, membacanya berulang-ulang tanpa perasaan enggan sedikitpun. Saya berharap masih ada sedikit keimanan padanya terhadap Hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam dalam perkara ini.
Masih ada keberanian padanya keluar berbeda dari Amir-amirnya untuk komitmen pada hadit Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Saya mengajak kepadanya dengan setulus-tulusnya kembali kepada Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam sebagaimana banyak ucapannya dalam komentar-komentarnya..
Perhatikanlah Saudaraku, sungguh saya iba kalian….!
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :
Bahwasannya Imam adalah junnah (perisai / tameng) yang dilancarkan perang dari belakangnya terhadap musuh dan ditakuti, jika dia memerintah bertakwa kepada Allah dan berlaku adil ia mendapat pahala dengan sebab hal itu, dan jika dia memerintahkan dengan yang selainnya, dia mendapatkan dosa karena hal itu (HR. Muslim)
Imam Nawawi dalam syarh Shahih Muslim jus 12 hal 352, menjelaskan sebagai berikut :
”Yang dimaksud imam itu perisai ialah sebagai fungsi tabir. Karena imam dapat mencegah musuh agar jangan mengganggu kaum muslimin dan dapat mencegah rakyatnya untuk jangan saling mengganggu satu dengan yang lainnya. Imam itu juga dapat melindungi kelangsungan masyarakat islam, serta ditakuti oleh rakyatnya (yakni memiliki kewibawaan) dan rakyat dalam keadaan takut dari hukumannya”.
Dengan definisi dan keterangan tersebut di atas, kita yakin bahwa tidak semua orang yang dibai’at sebagai imam, berarti dia harus ditaati dan disikapi sebagai imam. Karena yang ditaati dan disikapi sebagai imam hanyalah yang memiliki kekuasaan dan kekuatan terhadap rakyatnya serta mampu dengan kekuatannya mencegah segala gangguan terhadap rakyatnya. 2
Kita tanya Abu Azi, yakinkah antum pada hadits di atas ?
Berfikirlah saudaraku ! Tinggalkan sebentar doktrin Wali Al Fatah, yang mengatakan Islam Non Politik dan tidak harus berkuasa ! Tinggalkan anggapan apabila mengatakan / berfikir Imam penguasa itu adalah politik / hawa Nafsu.
Justru yang Imam bukan penguasa itu adalah kata-kata politik, kata-kata yang tidak berdasar dari Al-Qur’an dan Sunnah yang berarti itu adalah politik. Karena tidaklah yang keluar dari Lisan Rasulullah kecuali wahyu yang diwahyukan kepadanya.
Mari kita tinggalkan Wali Al Fatah, saya yakin beliau tidak pernah baca hadits ini, apalagi syarahnya Imam Nawawi (‘affan ! karena Beliau Wali Al Fatah tidak dapat baca tulis Bahasa Arab). Saya husnudhon jika beliau melihat / mendengar hadits ini tidak berdakwah seperti itu. Semoga Allah mengampuninya.
Sekali lagi Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda “Bahwasannya Imam adalah junnah (perisai / tameng) yang dilancarkan perang dari belakangnya terhadap musuh dan ditakuti,…..
Kalau memang antum jujur dalam beragama, tidak taklid, tidak taashub. Sungguh-sungguh komitmen dengan Syahadatain bantahlah sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam tersebut dengan Sabda beliau pula !
Janganlah Antum mengatakan ….tapi….tapi….tapi yang keluar dari lisan antum tanpa sedikitpun di dasari oleh ucapan ‘‘ulama apalagi hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Ana melihat antum tidak mau kepada apa yang ana bahas, selalu meloncat-loncat pada persoalan-persoalan yang lain. Andai antum jujur membaca dengan teliti, dan bersungguh-sungguh mencari kebenaran saya yakin antum akan faham.
Hilangkan nafsumu, tinggalkan sebentar fahammu yang lalu. Sekarang belajar, belajar ilmu baru, setelah itu.. bandingkan dengan teliti, ditimbang dengan akal sehat, berdoa, minta petunjuk pada Allah Azza Wa Jalla yang padanya semestinya kita minta segala sesuatu.
Sungguh tidak bakal antum mampu membantah ana (biidznillah), semua yang ada pada pikiran antum sudah masuk semua di pikiran ana pula. Insya Allah, karena sayapun dulu seperti antum.
Sekarang kita masuk pokok persoalan, yaitu permasalahan ditundanya pemakaman jasad Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam.
Sebelum membahasnya perlu di ingat bersama bahwa kehidupan pra Islam di jazirah Arab adalah tidak punya penguasa yang dapat menyatukan kabilah-kabilah, setiap kabilah memiliki pemimpin sendiri, sehingga rentan perang, rentan pertumpahan darah yang semua itu menjadi haram (terlarang) setelah datangnnya Islam. Islam datang menjaga darah, harta, kehoramatan dan persaudaraan.
Dari alinia di atas, kita sepakat bahwasannya keberadaan Imam yang dapat menyatukan kabilah-kabilah, yang dapat menyatukan pemimpin-pemimpin kelompok kecil adalah suatu kewajiban baik ditinjau dari segi syareat maupun dari segi akal.
Adanya Imam yang menyatukan seluruh kaum muslimin adalah keutamaan dan harus diupayakan oleh seluruh kaum muslimin sebagai manifestasi terhadap firman Allah Azza Wa Jalla dalam surat ali Imron 103 yang artinya : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.”
Semua Ahli tafsir menjelaskan maksud ayat ini bahwa Wajibnya kaum muslimin untuk berjama’ah. Ini sudah ma’ruf . Semua kaum mulimin sepakat, sebagaimana Ibnu Katsir dalam tafsirnya juga kitab-kitab tafsir yang lain.
Sehingga ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam meninggal, wajib secepatnya harus ada Kholifah (Penguasa) yang dapat menyatukan seluruh kaum muslimin yang ada, haram kaum muslimin kembali kepada masa jahiliyyah. Kaum muslimin harus punya Imam dan atas takdir Allah Azza Wa Jalla Abu Bakar Ash Shidiq di bai’at sebagai Kholifah.
Maka diantara fungsi Imam ini adalah menyatukan kaum muslimin, ditaati oleh seluruh kaum mulimin, ditakuti oleh kaum muslimin sebagaimana hadits di atas : sehigga salah satu tujuan syareat yaitu menjaga darah, harta dan kehormatan kaum muslimin dapat terwujud. Dan beribadah kepada Allah Azza Wa Jalla dapat tertunaikan secara sempurna.
Dari uraian tersebut di atas, dapat diambil faedah ;

  1. Pengangkatan Abu Bakar Rodhiallahu ‘anhu bertepatan pada saat kaum muslimin tidak memiliki pemimpin (penguasa) karena ditinggal oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Ini bukan berarti kaum muslimin tidak memiliki jama’ah, Jama’ah sudah ada akan tetapi belum punya pemimpin.
    Ini hal penting yang harus disadari oleh seluruh pemuja khilafah. Agar tidak terjebak faham khowarij yang mengkafirkafirkan penguasa dan senantiasa memecah persartuan kaum muslimin. Ingat bahwa dibae’atnya Abu Bakar bertepatan ketika Jamaa’ah Kaum Muslimin tidak punya pemimpin yang ditaati oleh kaum muslimin yang dapt menyatukan mereka.

  1. Wajibnya atas kaum muslimin mengangkat Imam, yang ditaati, ditakuti, dapat memaksa kaum muslimin, dapat mencegah kaum muslimin dari perbuatan mendholimi saudaranya sesama muslim baik dhohir maupun batin. Dapat mengatur kehidupan kaum muslimin secara tertib sehigga peribadatan kepada Allah Azza Wa Jalla dapat tercapai. Dapat memimpin kaum muslimin berperang melawan musuh-musuhnya. Simpulan ini mencocoki ucapan Syaikh Muhammad bin Ramzan Al Hajry Hafidzhullah : ….Daulah itu sebagai wasilah untuk tegaknya tauhidullah.

Di tempat lain Syaikh menukil perkataan Syaikh Fauzan berikut :
Syaikh Shalih Al Fauzan hafidzhahullahu ditanya : Apakah bai’at itu wajib, atau sunnah, atau mubbah ? Dan apa kedudukan bai’at dari jama’ah, mendengar dan taat ?

Maka beliau menajwab : “Wajib bai’at pada Waliyul Amri untuk mendengar dan taat ketika ia dijadikan imam bagi muslimin dengan dalil Al Qur’an dan As Sunnah. Dan yang membai’atnya adalah ahli wal ‘aqdi serta para tokoh, dan selain mereka dari rakyat maka mengikutinya. Yang wajib bagi mereka adalah taat dengan bai’at ini tidak dituntut dari setiap individu rakyat dari kaum muslimin karena umat Islam adalah satu jama’ah, yang tokoh serta ‘ulama mereka telah mewakilinya.
Ini yang pernah ada di kalangan salafus sholih dari umat ini, sebagaiman bai’atnya kepada Abu Bakar dan yang lainnya dari penguasa kaum muslimin”. (Majalah An NasihahVolume 11 Th. 1/1427H./2006 M, hal 28-29)

Saya katakan : sehingga Imam yang dijadikan sebagai pemimpin kaum muslimin adalah Imam yang didukung oleh kaum muslimin (moril / materiil) dan karena dukungannya tersebut Imam memiliki kekuatan hingga dapat mengatur, memaksa dan menghukum siapa saja yang berani keluar (Khuruj / Memberontak) kepada keberadaannya Imam, serta mampu melindungi kaum muslimin dari musuh-musuhnya.

Sehingga dari dua faedah di atas dapat digunakan menjawab syubhat pernyataan Abu Azi, yang mereka mewajibkan mengangkat seorang Imam walaupun sudah ada penguasa muslim yang disepakati oleh kaum muslimin, dan nyata mengatur urusan mereka baik dunianya maupun agamnya.

Pertanyaannya :
  1. Apakah Ketika Wali Al Fatah berjuang menyatukan kaum muslimin, sudah ada jama’ah kaum muslimin dan penguasanya yang diataati, ditakuti, mengatur kepentingan-kepentingan dunia maupun agama jama’ah muslimin ?

Jawabnya pasti sudah, walaupun dalam beberapa segi tidak sempurna seperti : tidak berhukum dengan hukum Allah Azza Wa Jalla dalam segelala perkara, tidak bersatu dengan penguasa-penguasa di negeri lain dan sebagainya.
Maka dalam keadaan seperti ini jalan yang rasul perintahkan adalah Talzamu Jama’atal Muslimin Wa Imamahum = tetaplah engkau berpegang teguh dengan jama’ah muslimin dan penguasanya / pengaturnya. Asal mereka masih sholat dan belum kafir. Sebagaimana hadits-hadits yang sudah banyak di blog ini.
Dari Ummu Salamah berkata, Rasulallah bersabda: Nanti akan muncul sepeninggalku para penguasa, kalian mengetahuinya lalu kalian mengingkarinya. Barangsiapa mengingkarinya maka dia telah berlepas diri dan barang siapa yang membencinya, maka sungguh ia telah selamat, kecuali orang yang rela dan mau mengikutinya. Mereka bertanya: Apakah kita akan melawannya dengan pedang? Beliau bersabda: ]angan, selama mereka masih mendirikan shalat.” (Hadits Shahih diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya)
Rasulullah membai’at para sahabat untuk : mendengar dan taat pada penguasa dalam keadaan senang maupun benci kepadanya dan dalam keadaan kesulitan maupun dalam keadaan aman. Bahkan dalam keadaan dirugikan oleh penguasa muslim. Juga beliau mengambil bai’at para sahabatnya agar jangan memberontak penguasanya, kemudian beliau mengatakan: “Kecuali kalian melihat kekafiran yang nyata, yang kalian punya hujjah dari Allah pada perkara itu (HR. Muslim)
Jelaslah dari kedua hadits tersebut batas seorang dapat dianggap penguasa / ulil amri yang wajib ditaati adalah seorang yang beriman / Muslim dan masih melaksanakan Sholat. Ini batasannya dari lisan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam. Jangan sekali-kali mengarang sendiri.
Sehingga walaupun Wali Al Fatah berkeliling dunia untuk mengajak kaum muslimin (baca rakyatnya) bersatu berbai’at kepadanya tidak akan disambut oleh kaum muslimin. Mengapa ? Karena semua kaum mulimin sudah terikat oleh ketaatan kepada masing-masing penguasa yang menyatukan mereka di negeri masing-masing.
Sehingga apabila Wali Al Fatah / atau kita semua menghendaki terjadinya persatuan kaum mulimin tidak lain jalan yang harus ditempuh adalah menasehati para penguasa kaum muslimin yang ada di seluruh dunia Islam untuk bersatu mengangkat satu pemimpin yang dapat ditaati oleh para penguasa negeri-negeri muslim lainnya.
Ini adalah amalan yang mulia. Namun kalau memang Allah Azza Wa Jalla belum takdirkan bersatunya seluruh penguasa kaum muslimin dengan nasehat tersebut kewajiban kita telah terlaksana adapun dosanya ada pada penguasa-penguasa tersebut.
Sebagaimana Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam pada sabdanya berikut ini:
“Barangsiapa yang hendak menasehati penguasa dengan suatu perkara maka janganlah ia menyampaikannya secara terbuka (di hadapan umum -pen) akan tetapi hendaknya ia mengambil tangan sang penguasa dan berdua-duaan dengannya (empat mata). Jika sang penguasa menerima (nasehat) darinya maka itulah (yang diharapkan-pen), dan jika tidak (menerima) maka ia telah menunaikan apa yang menjadi kewajibannya.” (Riwayat Ahmad, At-Thobrooni, dan Ibnu Abi ‘Ashim, dan Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Zhilaalul Jannah)
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
”Sesungguhnya Allah meridhoi bagi kalian tiga perkara dan memurkai atas kalian tiga perkara, Dia meridhoi bagi kalian agar menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu, berpegang teguh dengan tali Allah (syariat Allah), dan jangan berpecah belah dan menasehati orang yang Allah jadikan sebagai pemimpin kalian.” (Riwayat Malik dan Ahmad)
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
Agama adalah nasehat, agama adalah nasehat, agama adalah nasehat”. Mereka berkata:” Wahai Rasulullah bagi siapa?” Rasulullah menjawab: ”Bagi Allah, kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemerintah kaum muslimin, dan seluruh kaum muslimin secara umum.” (Riwayat Abu Dawud, At Tirmizy & An Nasa’i)
Demikian syareat menunjukkan disaat penguasa tidak dalam koridor kebenaran, seperti tidak berhukum dengan hukum Allah Azza Wa Jalla, tidak mau bersatu dengan penguasa yang lain dan juga kemaksiatan-kemaksiatan selainnya kita semua dianjurkan untuk menasehatinya.
Itulah hakikat syareat, akan dapat difahami Insya Allah oleh orang yang memang beragamanya berittiba’ pada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bukan pada amir jaama’ahnya, bukan pada kiyainya, pada ustadznya dan semisalnya.
Bukan sebagaimana yang dilakukan oleh Wali Al Fatah (semoga Allah mengampuninya) membuat kelompok baru, memisahkan diri dari jama’ah muslimin memecah persatuan kaum mulimin menjadi kelompok-kelompok yang lebih kecil semisal Jama’ah Muslimin (Hizbullah), LDII, NI dan semisalnya.
Ketahuilah sekarang ini kaum mulimin sudah terpecah oleh negara-negara, ketika sikap anda semua pemuja khilafah keluar dari pemerintah, menjauhi mereka dalam arti memberontak, mengangkat amir di bawah tanah, mengkafir-kafirkan mereka (penguasa) kaum muslimin ini semakin lemah, semakin terpecah menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil.
Ini berarti secara hakikat antum sedang memecah belah barisan kaum mulimin, kalian sedang kembali kepada masa jahiliyah tidak mau diatur oleh penguasa yang dapat menyatukan kalian. Ini adalah warisan khowarij, yang mana mereka selalu tidak mengakui penguasanya dengan alasan tidak berhukum dengan hukum Allah Azza Wa Jalla. Semoga Allah Azza Wa Jalla selamatkan seluruh kaum mulimin dari fitnah keji khowarij ini.
  1. Apakah Khilafah Wali Al Fatah berfungsi menyatukan kaum muslimin, baik dengan terpaksa atau sukarela ?
Apakah Khilafah Wali Al Fatah mendapat dukungan (moril / materiil) dari kaum mulimin sehingga punya kekuatan, ditakuti, melindungi dari musuh kaum mulimin ?
Kalu semua itu tidak ada padanya, maka sedikitpun mereka bukan imam, bukan ulil amri bukan pula kholifah. Bahkan merekalah yang secara hakiki menyempal dari jama’ah muslimin yang sebenarnya.
Ingat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, Bahwasannya Imam adalah junnah (perisai / tameng) yang dilancarkan perang dari belakangnya terhadap musuh dan ditakuti, jika dia memerintah bertakwa kepada Allah dan berlaku adil ia mendapat pahala dengan sebab hal itu, dan jika dia memerintahkan dengan yang selainnya, dia mendapatkan dosa karena hal itu (HR. Muslim)

Maka sia-sia amalan Wali Al Fatah dalam perkara ini karena jauhnya beliau dari tuntunan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam, semoga Allah Azza Wa Jalla ampuni dan merahmatinya.
Itulah akhir ucapan saya, semoga semuanya pemuja khilafah dapat memahaminya. Tentu saja ucapan saya jauh dari perkataan ‘ulama. Namun Insya Allah semua itu faham “semua ‘ulama-‘ulama ahlussunnah” yang atas kehendak Allah semata saya dapat meneguk manisnya ilmu ini melalui murid-murid mereka, yang sebelumnya saya terbelenggu faham hizbiyyah, khowarij dan takfiri.

Saya berdoa Allah Azza Wa Jalla memberi pahala yang besar kepada mereka semua. Sungguh atas upaya mereka ‘ulama-’ulama ahlussunnah perkara ini dapat dipahami oleh kaum mulimin.

Faham mereka satu semenjak dahulu, sampai sekarang tidak ada perbedaan dalam perkara ini. Suara mereka satu : Menyeru kaum muslimin untuk bersatu, mendengar dan taat pada penguasanya, menasehati jika penguasanya salah, mendoakan dan membantu dalan perkara ketoatan kepada Allah Azza Wa Jalla.
Saya berharap dengan jerih payah saya menekankan jari jemari yang lemah ini, dengan kebodohan ini, dengan semangat cinta atas sunnah, cinta kasih kepada sesama kaum muslimin, ilmu yang sedikit ini saya jariyahkan di jalannMu, saya shodaqohkan bagi seluruh kaum muslimin yang terbelenggu faham sesat menyesatkan.
Ya Allah yang maha Pengasih, kasihanilah kami, berilah pahal kepada kami atas jerih payah ini.
Ya Allah yang maha memberi hidayah, melalui tulisan ini berilah hidayah kepada saudara-saudara kami, kaum muslimin, terkhusus mereka pejuang khilafah yang sangat mudah mengkafir-kafirkan kaum muslimin,. Hingga Engkau catat tulisan ini sebagai suatu kebaikan bagi hambamu ini.
Ya Allah sumber keselamatan selamatkanlah saudara-saudara kami di Jama’ah Muslimin (Hizbullah) dari faham sesat Wali Al Fatah, beri petunjuk pada mereka dan ampunilah Wali Al Fatah atas kebodohannya, sesungguhnya engkau maha pengampun lagi maha penyayang. Amin…Amin…Amin.
Kesalahan dari hamba dan kebenaran dari-Nya.
Wallahu ta’ala A’lam
Bersambung (Insya Allah Azza Wa Jalla) padaartikel berikutnya : benarkah jama’ah Muslimin (Hizbullah) Khilafah ‘ala minhajin Nubuwah ?
1 Bukan maksud saya untuk merendahkan Wali Al Fatah, saya sangat menghargai perjuangan beliau dalam berdakwah kepada Islam serta perjuangannya pada pra kemerdekaan. Semoga Allah Azza Wa Jalla memberi pahala yang setimpal padanya dan mengampuni atas salah dan kekurangannya. Namun saya lebih mencintai kebenaran, oleh karena itulah saya uraikan kesalahan-kesalahan Wali al Fatah agar kaum muslimin terbebas, minimalnya menyadari bahwa Wali Al Fatah adalah salah.
2 Majalah Salafy edisi 33 / 1420 H/ 1999 M


Mudah-mudahan tulisan ana ini bermanfaat buat ikhwan-ikhwn ana yang masih menyakini wajibnya berbaiat kepada imam Jamaah Muslimin (Hizbullah).
Afwan karena kesalahan teknis, artikelnya tidak dapat dibuka lengkap. Dulu waktu nulis dan posting ana lagi belajar WP, ternyata sekarang tidak dapat di akses dan arsip di flashdisk ana tiak dapat ditemukan. Jadi untuk bantahan buat abu azi (1) tidak dapak dapat dibaca.

Tapi akhwan JMH bisa langsung baca Bantahan buat Abu Azi (dua).
Alhamdulillah sepertinya Akhina Abu Azi sudah menyadari kesalahanya.
Namun memang untuk dapat keluar dari jamaah HIzbiyah seperti itu sangat sulit. Membutuhkan tekat yang kuat mengharap wajah Allah semata. Kenapa karena ikatan hizbiyyah itu sangat kuat, persaudaraannya luar biasa. Namun di samping itu yang mengherannkan, karena namanya juga bid’ah ketika orang keluar dari jamaahnya langsung terputus hubungan bahkan cenderung dibenci dan di jauhi. Inilah persaudaraan di atas bid’ah.
Afwan kok jadi ngajari Abu Luqman.

Oh..ya akhi …ana minta bantuan kepada antum semua untuk dapat membuat tulisan atau apalah
untuk menyelamatkan ikhwan-ikhwan ana yang masih di JMH, mungkin tulisan ana yang bodoh kurang dapat membantu mereka. Ketahuilah akhi….ana melihat banyak ikhwan di JMH yang bersemangat kepada kebenaran namun, rintangan dari pimpinan-pimpinan mereka sangat kuat juga ancaman, atau resiko putrus hubungan. Itu yang membuat orang-orang yang kurang ilmu merasa takut untuk keluar. Ana sangat iba melihat mereka.
Doakan saja ikhwan-ikhwan di JMH agar dapat menyadari kekeliruannya dan semoga Allah memberi barokah dakwah salafyah di bumi Ini.

Afwan, Ana tidak tahu bahkan setahu ana tidak ada. sebab nama jamaah muslimin itu pertama kali dipakai oleh wali alfatah ketika dia menemukan hadits hudzaifah tersebut. yaitu talzamu jamaah muslimin wa imamahum.
Haditsnya betul akan tetapi pengamalannya yang salah karena jamaah muslimin bukan nama. buktinya tidak ada satupun kholifah rosyidah atau para ulama menggunakan nama jamaah muslimin dalam kelompoknya tau kepemimpinannya.
Dapat terjadi demikian karena wali alfatah (imam jmh yang pertama) tidak belajar terlebih dulu untuk mengamalkan hadits, wali alfatah tidak faham maksud dari beriltizam dengan jamaah muslimin.
Karena perintahnya adalah beriltizam dengan jamaah muslimin maka nama jamaahnya diganti menjadi jamaah muslimin (hizbullah), jelas ini adalah kebodohan

itik penting kekeliruan mereka adalah : Mereka tidak mau memahami alqur’an an sunnah sesuai dengan apa yang dipahami oleh para ulama-ulama ahlussunnah yang kaum muslimin telah menerima mereka semua sebagai ulama.
Semua kelompok ya mengatkan bahwa berpedoman dengan alqur’an dan sunnah akan tetapi pertanyaannya siapa yang memahami alqur’an dan sunnah tersebut ? Apakah semua orang boleh semaunya sendiri memahami alqur’an dan assunnah ? Tentu tidak, pemahaman tersebut haruslah merujuk kepada apa yang telah dipahami oleh generasi pertama ummat ini dari kalangan sahabat, tabiin, tabiut tabiin dan para ulama yang komitmen dengan islam ini.
Dan semua para ulama islam tidak mengamalkan hadits talzamu jamaah muslimin seperti wali alfatah, sebab itulah nama jamaah muslimin sebagai kelompok baru muncul sejak munculnya wali alfatah. ini membuktikan bahwa amalan ini muhdats (hal baru) dengan demikian ini adalah amalan bid’ah yang kaum muslimin semuanya harus meninggalkannya.

Mereka sangat lucu mau mengambil hadits dari ahli hadits akan tetapi mereka tidak mau mengambil faham ahli hadits tersebut.
Tanyakan kepada mereka apakah Imam Bukhori dan Muslim yang haditsnya mereka jadikan pedoman membuat jamaah muslimin seperti mereka ?

nsya Allah….., namun sebenarnya tulisan-tulisan yang ada di blog ana ini sudah sangat cukup untuk membantah mereka.
Saran ana, karena syubhat mereka sangat banyak ajaklah sahabat antum ketemu dengan ustadz-ustadz ahlussunnah yang ada di daerah antum dan ini harus dilakukan berkali-kali. Jika memang dia masih ada nilai-nilai positifnya yaitu mengamalkan islam dengan sungguh-sungguh dan masih mencari kebenaran insya Allah diberi hidayah oleh Allah ta’ala.
Namun setahu ana kebanyakan mereka adalah orang-orang taklid yang takut keluar dari jamaahnya. Mungkin disebabkan keluarganya, tetangganya, saudaranya dll karena ikatan mereka sangat kuat sehingga tanpa keinginan yang kuat dan akidah yang kuat rasanya tidak mungkin mampu keluar dari jamaahnya.
Ass.Wr.Wb.
Saya katakan sekali lagi, saya ini “buta huruf” dalam hal Islam, tetapi Insya Allah saya yakini dan sedikit-sedikit menjalankan ajarannya, walaupun mungkin masih salah-salah.
Bukannya saya pendukung Mas Abu Salam, tetapi saya rasa penjelasannya masuk di akal, tidak terlalu emosional. Ketika saya kirim kiriman email dulu (mungkin dengan Mas Abuazi yang ini?) tentang Jama’ah Muslimin, … eh balasannya cukup emosional (ma’af kalau Mas Abuazi bukan yang dimaksud di sini lho).
Kepada Mas-mas “DUO ABU” mohonlah kami yang awam ini jangan dibuat bingung. Kita sepakat tentang Khilafah, tetapi kalau Wali Al Fatah atau Muhyidin Hamidy apa iya? Diuji pakai logika elementer saja kok gak nyambung. Apalagi pakai logika keislaman yang dalam (saya pasti gak tahu).
Mas-mas “DUO ABU” kalau berkenan kita email-emailan ya. Email itu akan saya cetak dan kirimkan ke kakak-kakak saya, yang selain computer illiterate juga sudah pensiun sehingga terlalu berat kalau harus main internet.
Ma’af nimbrungnya saya di blog ini karena


Assalamu’alaykum..
Saya cm mau bertanya..
Dimanakah Jama’atul Muslimin ketika kaum muslimin di Afghanistan di serbu oleh orang2 Komunis Rusia?Amerika dan negeri2 Kafir lain?
Dimanakah Jama’atul Muslimin ketika kaum muslimin di Palestina di porak-porandakan oleh Negeri Yahudi?
Di manakah Jama’atul Muslimin ketika beribu-ribu Kaum Muslim di Bosnia di bantai oleh orang2 Kafir Nashrani Serbia?
Di manakah Jama’atul Muslimin ketika Kaum Muslim Chechya bi serbu oleh orang2 Kafir Komunis Rusia?
Dimanakah Jama’atul Muslimin ketika kaum muslimin Thailand di tindas oleh pemerintahnya?
Dan juga, dimanakah jama’atul muslimin ketika kaum muslim di negeri ini -di Ambon, Poso, Sampit- diserang oleh orang2 kafir..
Adakah perlindungan dan pembelaan dari Jama’atul Muslimin terhadap saudara2nya sesama kaum muslimin dari serangan dan gangguan dari orang2/negeri2 kafir?
Bukankah Jama’atul Muslimin itu lambang persatuan dan kejayaan Islam yang menaungi dan melindungi seluruh kaum muslimin di seluruh pelosok dunia??
Adakah kemampuan dari Jama’atul Muslimin menaungi dan melindungi seluruh kaum muslimin?
“Bahwasannya Imam adalah junnah (perisai / tameng) yang dilancarkan perang dari belakangnya terhadap musuh dan ditakuti, jika dia memerintah bertakwa kepada Allah dan berlaku adil ia mendapat pahala dengan sebab hal itu, dan jika dia memerintahkan dengan yang selainnya, dia mendapatkan dosa karena hal itu” (HR. Muslim)
Dan ada sesuatu yang aneh yang pernah saya dapati dari Jama’atul Muslimin, karena mereka berdakwah dengan memakai kitab2 terjemahan dan bukan memakai kitab asli..
Balas


Ass.Wr.Wb.
Wah, saya jadi bingung ketika baca bantah-bantahan di media ini. Kita semua Muslim kan? Kok bantah-bantahannya masih ada nuansa membela kelompok (walaupun sesama muslim)?
Saya baru telp kakak saya: saya ceritera tentang Mas Abu Salma MF dan Mas Agus Rizky (yang punya Indo Rizky di Purbalingga?). Maklum, mereka (kakak saya) internet illiterate.
Pada-pada wong dhewek ternyata.
Bantulah saudara-saudara sesama muslim, bukan saja sesama kelompok.
Mohon ma’af saya tidak bisa berargumen seperti yang tertulis di media ini, terlalu canggih (pengetahuan saya gak sampai). Tetapi yang terang, kita semua juga dianugerahi logika (walaupun sebatas logika manusia). Kalau orang Islam harus membai’at Hamidi, memangnya Hamidi itu siapa? SEKALI LAGI KEPADA YANG MERASA TAHU TENTANG ISLAM BANTULAH SAYA DAN SAUDARA-SAUDARA SAYA (termasuk di luar kakak saya).
Satu yang jelas, dua kakak saya masuk kelompok Jama’ah Muslimin, mereka telah membai’at Hamidi? (tolong kalau adalah salah-salahnya, luruskan). Diajak atau tidak, mereka sepertinya selalu “berdakwah” kepada saya tentang KHILAFAH. Pokoknya mereka tidak mau denger kata-kata orang lain. Padahal saya dan mereka juga sama-sama tahu kadar pengetahuan agamanya (terlalu cethek).
Insya Allah saya sudah mulai dan akan saya teruskan untuk meyakinkan dua kakak saya. Tentu saja nimbrungnya saya di media ini juga salah satu upayanya, selain tanya sana sini kepada yang ngerti.
Pernah saya akan mengajak seorang uztad yang bernama Pak Mukhsinin, beliau ahli Hadist lulusan Arab Saudi (S1) dan biasa ceramah di kantor saya. Eh, ketika kakak saya kasih tahu saya akan undang orang yang ahli, langsung minta pulang dengan berbagai alasan. Weleh weleh weleh.

I’ll keep in touch, wassalam,
Bambang
Balas
Yth Mas Abuazi dan Mas Abu Salma (sebutan Mas untuk menghargai Anda berdua, tanpa niat lain).
Assalammualaikum Wr.Wb.
Saya bukan dari kelompok Jama’ah Muslimin atau Salafy (mohon koreksi kalau salah spelling), tapi yang jelas saya saudara Anda berdua, sesama Muslim.
Rasanya diskusi Anda berdua “cukup panas” dan mudah diterka bukan untuk mencari keberan, tetapi lebih bernuansa membela kelompok. Topik diskusi tidak jelas, karena latar belakang tersebut. Walaupun tujuannya tetap baik, minimal untuk kelompoknya, kurang bermanfaat bagi muslim secara umum.
Sekali lagi pengetahuan keislaman saya (sudah saya deklarasikan berkali-kali) sangat cethek. Tetapi, saya rasanya pernah ikut diskusi ilmiah di dalam maupun di luar negeri (yang penduduknya non-muslim). Suasana diskusi yang pernah saya ikuti kok hangat ya, tetapi tidak panas. Kuncinya ada topik diskusi yang tidak terlalu lebar.
Untuk Anda berdua – saya yang telah dengan senang hati mengunjungi blog ini – mohon diskusilah seperti dua orang saudara yang memberi saya segelas air minum saat saya kehausan.
Topik diskusi yang saya usulkan (sesuai kebutuhan saya dan orang-orang semacam saya) adalah HUBUNGAN WALI AL FATAH DAN KHILAFAH DALAM KONTEKS ISLAM.
Saran: diskusi bertujuan mencari kebenaran yang dipersembahkan untuk orang lain (sesama Muslim). Dilakukan secara cool man.
Yang telah Anda berdua “pertontonkan” kurang ringkas, terlalu ngombro-ombro dan tanpa semangat menjawab topik, karena memang bukan itu tujuannya?
Hendaknya bahasa diskusi jangan tinggi-tinggi dong kan nanti saya mati lampu. Ora ngerti pok buntunge. Rasanya saya menyebut “saya” “Anda” nggak dosa kan walau nggak pakai “ana” “antum” dan semacamnya? Nah itu, yang saya maksud “bahasa tinggi”. Kan Islam untuk semua (Islam for All).
Mudah-mudahan Anda berdua memenuhi kebutuhan saya (dan saudara-saudara lain).

Wassalammualaikum Wr. Wb.
Bambang

Abu Salma Mohamad Fachrurozi, on November 5, 2007 at 2:17 am said:

Assalamu ‘alaikum.
Buat MAs Bambang saya ucapakan terimakasih yang sedalam-dalamnya atas apresiasi yang diberikan kepada tulisan-ulisan saya. Jazzkumullahi khoiton kasiro.
Namun adas hal yang harus saya luruskan mengenai komen yang anda masukkan ke blog saya, yaitu mengenai anggapan anda bahwa salafy adalah kelompok.
Saudaraku semoga Allah menambahi ilu kepada kita semua. Perlu diketahui bahwa salafy itu bukan kelompok.
Salafyah adalah metodologi memahami islam maksudnya adalah siapa saja yang berisslam dengan berdasarka al-qur’an dan sunnah rasulullah dengan faham yang telah difahami oleh para sahabat rasulullah shallallahu ‘alaii wasallam.
Sehingga siapa saja dapat menjadi salafy tanpa masuk kepada kelompok a atau kelpok b. Asalkan beraama islam dengan kaidah di atas dengan jujur terbukti dengan amalan dialah salafy.
Jadi salafy itu bukan saya, bahkan ketika saya mengatakan saya adalah seorang salafy maknanya adalah saya sedang berupaya menjadi orang islam yang berfaham salafyah. Adapun secara hakikat Wallahu ta’ala a’lam. Semoga Allah menggolongkan saya termasuk di dalamnya. (semoga tidak salah memahami)
Adapun apabila anda meliat tulisan / kalimat saya cenderung kasar, itu keterbatasan yang ada pada saya, maka sudah semestinya manusia itu menilai seseorang secara komprehansif. Maksud saya mungkin anda menilai saya kasar dari segi ucapan maupun tulisan, di sisi lain jika anda bergaul dengan saya mungkin akan menemukan kelembutan yang ada pada diri saya. (nsya Allah)
Yang jelas kasar atau mungkin bernada panas yang keluar dari mulut saya adalah bentuk cinta kasih saya kepada mereka yang terbelenggu dengan faham bodoh Wali Alfatah (Semoga Allah merehmati dan mengampuninya).
Demikian yang dapat saya sampaikan semoga bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu ‘alaikum warohmatullahi wabarokatuhu.
Balas

alhamdulillah, bagi ana semuanya telah jelas bahwasanya, Al haq mir rabbika falaa takuunanna minal mumtarin. perilaku yang antum berdua (abu salma dan saudaranya agus rizky) perlihatkan semakin menambah keyakinan kpd ana bahwasanya siapa yang taqlid teriak taqlid ?, siapa yang ta’ashub teriak ta’ashub, siapa yang manqul teriak manqul ? antum berdua telah teruji akan hal ‘ilmu yang serba wah dari karya ilmiyah para ahli ‘ilmi zaman sekarang yang berada dibalik antum saat ini. insya Allah mereka (ahli ‘ilmi, ahli hadits, ahlidz dzikr masa lalu/salafush shalih) yang ana ittiba’ kepada mereka dan juga para ahli hadits mutaakhirin rahimahullah ‘alaihim ana sepakat namun ittiba’ hanya pada yang sesuai dengan Allah dan Rasul-Nya, ana berserah diri dan berlepas diri dari apa2 yang menimbulkan fitnah keji terhadap ad dien. Yang antum berdua lakukan adalah merupakan fitnah terbesar, dengan merasa benar telah kharaj dari Al Jama’ah ai Jama’ah Muslimin wa imaamahum ai thaifah manshuroh, ai firqotun najiyah ai al khilafah ai khilafah ‘ala minhajin nubuwwah ai hizbullah, nama wadah dan sistem berikut sifatnya walau terdapat banyak kekurangan karena telah lama ditinggalkan oleh muslimin semenjak runtuhnya khilafah islamiyyah Turki Utsmani (diangkatnya mulkan jabariyyah atas kehendak Allah-red) yang sebelumnya telah tebal dakhan adh dhan dan jabariyyahnya hingga muslimin tiada mengenali sepenuhnya wadah, bangunan dan sistem yang telah Allah sediakan bukan didirikan atau dideklarasikan sebagaimana tuduhan antum berdua karena adanya bantuan fitnah keji orang2 yang tiada bertabayun selevel Hartono Ahmad Jaiz, dan kurang nyambungnya antum berdua manakala berada dalam Jama’ah Muslimin ai hizbullah karena kesibukan dunia (terlihat dari kesimpulan2 keliru dan analisis urakan dan juga sikap bathil taqlid berselimut fas’alu ahladz dzikri in kuntum laata’lamun dan mengartikan ketha’atan muthlaq kepada Allah yang memerintahkan untuk tha’at kepada makhluq dalam hal ma’ruf laa tha’ata fii ma’shiyatil khaliq sebagai taqlid, yang sam’i dituduh jarang ta’lim mengkaji ‘ilmu para ‘alim ‘ulama masa khair (keemasan islam) yang pertama=nubuwwah n khilafah ‘ala minhajin nubuwwah), ta’rif dan tun kir akan shifat syar perpecahannya/adanya dua khalifah dalam satu masa antara dua shahabat mulia Ali dan Muawiyah radhiallahu anhuma) bukan pada orang nya. dilanjut setelah syahidnya Imaam Ali radhiallahu ‘anhu maka muslimin kembali kepada masa khair namun ada dakhon yangmana mereka menggunakan yahduuna bighairi hadyi au yasnuuna bighairi sunnatii(adh dhan dan jabariyahnya dari para imaam/sulthan yang fajirnya, dan para muwahidun shahabat, tabi’in, tabiut tabi’in, ahli ‘ilmi, ahli dzikr, ahli hadits masa salaful ummah=khair wa ba’dahu waba’dahu) mereka semua ta’rif wa tunkiru akan dakhonnya namun tetap sam’i wa tha’at thdp yg ma’ruf dalam kepemimpinan sentral sang khalifah/imaam sebutan, padahal mereka yang sebenarnya adalah mulkan/sulthan berdasarkan hadits Rasulullah. Maka setelah diplokamirkannya keruntuhan “khilafah islamiyyah” Turki Utsmany keseluruh seantero belahan dunia manapun maka masa mulkan Jabariyyah atas kehendak Allah untuk mengangkatnya bilamana Allah berkehendak mengangkatnya, muslimin sejak saat itu tiada lagi memeiliki kepemimpinan sentral, imaam/sulthan yang dibai’at untuk didengar dan ditha’ati secara ditakuti/junnah. yang ada muslimin terjebak dalam konspirasi global kaum kuffar yang walan tardho ankal yahudu walan nashoro… terpetak2 dalam faham ashobiyyah (nasionalisme,sekte2,ormas2,orpol,parpol dll sbgnya) yang antum berdua masih anggap sebagai tiran jabariyyahnya yang disadari atau tidak dgn mengakui hasil demokrasi yang antum berdua ingkari namun diterima hasilnya (talbiul haq bil bathil. Dusta atas nama ilmu. telah menyeret antum berdua berwala pada bush dan kongsi/sekutu Allah Yahudi Zionis Israelnya, kafir harb yang saat ini membuat terowongan dan berkehendak menghancurkan bekas kiblat kita muslimin.
bersambung insya Allah……

Senin, September 23, 2013

Makna Al-Jama’ah Dalam Timbangan Al-Qur’an dan As Sunnah

عن عمر رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال :

"عليكم بالجماعة وإياكم والفرقة فإن الشيطان مع الواحد وهو من الاثنين أبعد ومن أراد بحبحة الجنة فعليه بالجماعة"

Telah datang riwayat dari sahabat yang mulia Umar bin al khattab radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah ‘alaihi ash shalatu wa assalam bersabda:
“(Berpegang teguhlah) kalian dengan al jama’ah dan menjauhlah dari perpecahan, karena sesungguhnya syaithan itu bersama orang yang sendirian dan ia lebih jauh dari mereka yang berdua. Barangsiapa yg menginginkan tempat terbaik di dalam surga, maka wajib atasnya untuk (berpegang teguh) dengan al jama’ah “.


Hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Ibn Abi ‘Ashim dalam assunnah dan Al Imam Attirmidzi dalam sunannya pada kitabul fitan.

عن النعمان بن بشير رضي الله عنه قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم :
 "الجماعة رحمة والفرقة عذاب".
Dan telah datang pula riwayat dari Al Imam Ibn Abi ‘Ashim dalam assunnah dan Al Imam Ahmad dalam almusnad serta Abdullah bin Ahmad dalam zawa”id al musnad, dari sahabat Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah ‘alaihi ash shalatu wa assalam bersabda: “al jama’ah itu adalah rahmat dan perpecahan (perselisihan) adalah adzab”.
 عن ابن عمر رضي الله عنهما قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم :"إن الله لا يجمع الله أمة محمد على ضلالة و يد الله على الجماعة و من شذ شذ في النار".
Begitu pula hadits ‘Abdullah bin ‘umar radhiyallah ta’ala ‘anhuma, bahwasanya nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan ummat nabi Muhammad shalallah ‘alaihi wa sallam diatas kesesatan, dan sesungguhnya tangan Allah bersamaal jama’ah, maka barang siapa yang menyimpang (dari al jama’ah) sungguh ia telah menyimpang, dan itu akan mengantarkan dia untuk masuk kedalam neraka”. Diriwayatkan oleh Al Imam At Tirmidzi dalam sunannya dan Al Imam Al Hakim dalam almustadrak.

Dari hadits-hadits tersebut diatas, maka kita bisa mengambil faedah (pelajaran) pentingyang berkaitan dengan al jama’ah. Yang mana telah dinyatakan langsung oleh Rasulullah ‘alaihi ash shalatu wa assalam yang tidaklah beliau berucap dengan mengikuti hawa nafsunya, melainkan yang keluar dari lisan beliau adalah wahyu yang Allah turunkan kepada beliau shalallah ‘alaihi wa sallam, bahwasanya al jama’ah ini merupakan salah satu sebab masuknya seseorang ke dalam surga Allah jalla wa ‘ala kelak, dan pada al jama’ah ini didapati padanya rahmat dari sisi Allah subahanahu Wa Ta’ala, begitu pula dengan menjauhnya seseorang dari al jama’ah ini dapat mengantarkan ia untuk masuk kedalam neraka, wal ‘iyadzu billah.


Maka akan timbul di benak seorang muslim, apa yg dimaksud dengan al jama’ah dalam hadits-hadits tersebut dan siapakah mereka, serta apakah mungkin bagi kita untuk masuk dan bergabung diatas al jama’ah tersebut dengan harapan agar kita bisa menggapai dan meraih keutamaan-keutamaan yang ada diatasnya?

Telah dinyatakan oleh Syaikhul Islam Ibn Taimiyah -rahimahullah- tentang pengertian dari al jama’ah secara bahasa (lughawi), adalah perkumpulan (persatuan) dan lawan dari itu adalah perpecahan, dan lafadz ini bisa dijadikan nama bagi satu kaum yang berkumpul. (Al Fatawa 3/157)

Adapun pengertian al jama’ah yg telah disebutkan oleh Rasulullah shalallah ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits tersebut diatas, sebagaimana yg telah dinyatakan oleh Al Imam Asy Syatihibi -rahimahullah- dalam al i’tisham (2/260-265) : “Yang dimaksud dengan al jama’ah disini adalah yang berkumpul (bersatu) diatas satu imam yg mencocoki Al Qur’anul Karim dan Sunah Rasul ‘alaihi ash shalatu wa assalam. Dan inijelas, sebagaimana yang berkumpul dan bersatu selain diatas sunnah Rasul shalallah ‘alaihi wa sallam sungguh mereka telah keluar dari al jama’ah yg telah disebutkan dalam hadits-hadits diatas, seperti khawarij dan yang sejalan dengan mereka”.Jadi yang dimaksud dengan al jama’ah disini adalah mereka yang mengikuti dan berjalan diatas Al Kitab dan As Sunnah. Dan yang dimaksud dengan “yang berkumpul (bersatu) diatas satu imam ...” adalah mereka para sahabat Rasul, karena merekalah golongan pertama yang berkumpul dan bersatu diatas Kitabullah dan Sunnah Rasul ‘alaihi ash shalatu wa assalam dan mendapatkan bimbingan langsung dari manusia terbaik di muka bumi ini yaitu Muhammad bin ‘Abdillah Shalawatullah wa Salamuhu ‘alaihi.

Dan telah berkata Ibn Abil ‘Izz Al Hanafy -rahimahullah- di dalam Syarh Al ‘Aqidah Ath Thahawiyyah (hal. 431) : “Yang dimaksud dengan al jama’ah adalah jama’ah kaum muslimin, dan mereka adalah para sahabat Nabi ridhwanullah ‘alaihim ajma’in dan yang senantiasa mengikuti mereka dengan kebaikan hingga akhir zaman”.

Maka dari penjelasan ini kita bisa menarik kesimpulan bahwasanya ketika datang perintah dari Allah subhanahu wa ta’ala didalam Al Qur”anul Karim dan parintah Rasul-Nya dalam sunnah beliau agar kita berpegang teguh dengan al jama’ah, maka yang dimaksud adalah agar kita terus berpegang teguh pada kebenaran (al-haq) dan berusaha semampu kita untuk mengikuti dan menapaki jejaknya, walaupun kita mendapati orang yang berpegang teguh diatasnya sangat sedikit, dan yang menyelisihinya lebih banyak. Karena sesunguhnyayang berada diatas kebenaran ini adalah orang-orang terbaik dan merekalah al jama’ah yang pertama, yaitu nabi kita Muhammad shalallah ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya ridwanullah ‘alaihim ajma’in, dan sungguh tidaklah mereka berpaling ketika melihat banyaknya orang yang berada diatas kebathilan.

Dan telah warid dari Abdullah bin Mas’ud Radiyallahu ‘anhu ketika beliau memberi nasehat pada ‘Amr bi Maimun seraya berkata : “Wahai ‘Amr bin maimun, sesungguhnya mayoritas dari al jama’ah (kelompok/golongan) telah menyelisihi kebenaran (al-haq) ini, dan sungguh al jama’ah (yang sebenarnya) adalah yang berjalan diatas keta’atan pada Allah ‘azza wa jalla walaupun engkau seorang diri”.

Maka ketika seseorang bersendiri diatas keta’atan pada Allah ta’ala ditengah-tengah manusia yang menyelisihi perintah Allah subhanahu wa ta’ala dan ia senantiasa berpegang teguh dengan perintah-Nya serta terus berusaha untuk mengikuti dan menelusuri jejak Nabi kita Muhammad ‘alaihi ash shalatu wa assalam dan para sahabatnya yang mana hal tersebut adalah buah dari rasa cintanya kepada Allah jalla wa ‘ala, sungguh ia lah al jama’ah (yang sebenarnya) yang telah dinyatakan oleh Rasulullah Shalallah ‘alaihi wa sallam dalam hadits-hadits diatas walaupun ia berjalan diatas jalan tersebut seorang diri dan kebanyakan bahkan seluruh manusia menyelisihinya. Karena yang dimaksudkan dengan al jama’ah itu sendiri adalah yang senantiasa mengikuti dan berpegang teguh kepada al jama’ah yang mana mereka telah bersatu didalam keta’atan kepada Allah dan Rasul-Nya.

Dan inilah yang telah datang dari hadits yang telah ma’ruf ditelinga kita, hadits Mu’awiyah Radhiyallahu ‘anhu yang mengabarkan pada kita tentang perpecahan yang akan terjadi pada ummat ini, dalam petikan hadits tersebut Rasulullah shalallah ‘alaihi wa sallam bersabda : “Dan akan berpecah ummatku ini menjadi 73 golongan, seluruhnya di dalam Neraka, kecuali satu golongan, dan dialah al jama’ah”.


Dari uraian-uraian diatas tentunya kita telah mengetahui siapa yang diamaksud dengan al jama’ah dan kita senantiasa memanjatkan do’a-do’a kita kepada Allah subhanahu wa ta’ala agar senantiasa digolongkan dan dimasukkan kedalam al-jama’ah tersebut agar senantiasa kokoh diatasnya, dan ini merupakan do’a yang senantiasa membasahi lisan Rasul shalallah ‘alaihi wa sallam ketika beliau berdo’a pada Allah dengan mengatakan :

يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك
 “Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, kokohkanlah hatiku diatas agamamu”.

 Oleh : Abdul Mu’thi bin Mughni hafizhahulloh

Minggu, September 22, 2013

Nasibah Bin Ka'ab Mujahidah Yang Dirindukan Surga


Nasibah bin Ka’ab adalah putri dari Abdulloh bin Kaab yang bergelar Ummu Umaroh , Beliau sosok wanita pertama yang mengangkat senjata berperang bersama Rosululloh Saw dalam perang UHUD yang telah menewaskan ribuan Sahabat - sahabat Rosululloh saw termasuk keluarga Nasibah bin Ka’ab yang semuanya gugur ikut berperang mendampingi Rosululloh saw. Ketika kaum Muslimin yang dipimpin Rosululloh saw berperang di Bukit UHUD , kala itu Nasibah bin Ka’ab sedang berada di rumah dan berkumpul dengan anggota keluarganya.

Nasibah mendengar Teriakan riuh dan gema Takbir ‘Alloh huakkbar”, dan Nasibah memberitahu suaminya “Sa’id ” bahwa Rosululloh SAW dan pasukannya sedang bertempur di bukit UHUD. Seketika itu bangkitlah Sa’id dan menyuruh istrinya mempersiapkan Kuda dan senjata untuk ikut bergabung dengan rosululloh berperang melawan tentara kafir. Bawalah Pedang ini dan jangan Pulang sampai kau memperoleh kemenangan” kata Nasibah memberi semangat suaminya yang akan berperang. Ditatap wajah istrinya dengan penuh Cinta berangkatlah Sa’id dan bergabung dengan Rosululloh saw dan Rosulpun menatap Said dengan senyuman.

Dengan gagah Said bertempur dengan pasukan kafir hingga akhirnya Said gugur ditebas pedang oleh tentara kafir. Lalu Rosululloh mengutus Sahabat untuk menemui istri Sa’id dirumah bahwa suaminya telah gugur. Berangkatlah utusan tersebut untuk menemui Nasibah bin Kaab istri Sa’id di rumah. “Assalamualaikum ” Wahai Nasibah ada Salam dari Rosululloh dan Suamimu Said telah gugur ” ,kata Utusan Rosululloh .” Innalillahi wa inna ilahi roji’un , alhamdulillah suamiku telah memperoleh kemenangan , lihatlah Wahai kedua anakku , Ayahmu telah memperoleh kemenangan , dia telah menjadi Syahid, Ibu menangis bukan karena sedih kehilangan Ayahmu Nak….tapi ibu sedih karena tidak ada yang menggantikan ayahmu untuk berjuang bersama Rosululloh .

Bangkitlah Amar putra tertua Nasibah bin Kaab , Wahai ibu biar aku yang menggantikan posisi ayah untuk berjuang bersama Nabi Muhammad saw . Alhamdulillah pergilah Nak….jangan kau biarkan Rosulullloh terluka. Berangkatlah Amar bin Said bersama utusan Rosululloh dan menghadap Rosululloh SAW. Wahai Rosululloh Saya Amar putra Said akan bergabung dengan mu membela agama Alloh. Rasululloh saw memeluknya dengan haru” Engkau pemuda islam sejati dan Alloh memberkatimu. Bertempurlah Amar bin Said dengan gagahnya menghalau pasukan kafir. Hingga akhirnya Amar gugur sebagai Syahid.

Datanglah utusan kembali menemui Nasibah bin Ka’ab dan mengabarkan berita gugurnya Amar putra tertua Nasibah. Meneteslah air mata Nasibah mendengar berita tersebut, melihat hal itu Ututsan Rosululloh mencoba menghiburnya . Namun Nasibah dengan Tegar mengatakan “Aku menangis bukan karena kehilangan putraku Amar , tapi siapa lagi yang aku utus untuk membantu Rosululloh saw berperang, sedangkan putra keduaku Saad masih terlalu remaja untuk ikut berperang melawan pasukan kafir ” Tiba tiba Saad putra kedua Nasibah bangkit’ Wahai ibu biar aku masih remaja izinkan aku juga membantu Rosulullloh dan akan aku buktikan bahwa aku mampu berperang seperti Ayah dan kakakku. Mendengar hal itu bukan main senangnya Nasibah bin Kaab, Alhamdulillah berangkatlah nak sampaikan salam ku untuk Rosululloh .

Walaupun masih remaja namun kemampuan Saad untuk bertempur sangat luar biasa, banyak pasukan kafir yang tewas ditangan Saad. Bak singa mengamuk Saad mempora porandakan pertahanan pasukan kafir, hingga akhirnya sebilah anak panah menembus jantungnya dan gugurlah Saad dengan senyum kemenangan. Dan rosulullloh pun kembali mengutus sahabatnya untuk menyampaikan gugurnya Saad kerumah Nasibah .

Wahai sahabat Rosul aku sudah tidak punya siapa siapa lagi , hanya tubuh renta ini yang aku miliki maka bawalah aku menemui Rosululoh untuk ikut berperang dengannya dengan lantang Nasibah mengutarakan Niatnya untuk berperang bersama Rosululloh. Menghadaplah Nasibah menemui Rosululloh untuk ikut angkat senjata bersamanya.” Wahai Nasibah belum waktunya perempuan untuk angkat senjata kata Rosululloh, untuk itu kau Rawatlah para prajurit yang terluka karena pahalanya sama dengan orang yang berperang.

Nasibah turut berjuang bersama pasukan muslimin dalam perang Uhud. Nasibah hanya membawa kantong air untuk memberi minum para pejuang serta perban untuk membalut luka mereka. Namun saat Nasibah melihat kemenangan kaum muslimin yang telah digenggam tiba tiba lepas karena banyak pasukan yang tidak menaati rasullulloh,Pasukan Rasululloh meninggalkan Bukit Uhud dan beberapa mereka mengumpulkan harta rampasan Perang dan Nasibah melihat orang orang meninggalkan rasululloh, maka Nasibahpun pun maju untuk membentengi rasullulloh dari serangan orang- orang kafir kafir. Ia berjuang begitu gigih demi melindungi Rosululloh SAW, dengan sebilah pedang Nasibah ikut berperang melindungi Rosululloh .

Orang orang yang tadinya meninggalkan rosululloh tercengang ketika Rosulullloh di serang oleh pasukan kafir. Keadaan semakin kacau pasukan Rosululloh banyak yang gugur. Tangan Kanan Nasibah putus terhempas pedang kaum Kafir, namun tak mematahkan semangatnya untuk tetap berjuang membela agama Alloh. Dengan lengan yang putus Nasibah mencari Rosululloh dan merasa khawatir akan keselamatan Rosululloh dan hatinya galau takut Rosululloh Saw terluka, dan tiba tiba Pedang kaum kafir menebas lehernya robohlah tubuh Nasibah ketanah . dan seketika itu pula langit menjadi Gelap dan mendung . kedua pasukan yang saling bertempur terperangah melihat kejadian tersebut. Rasululloh saw pun bersabda” Kalian lihat langit tiba tiba mendung? itu adalah bayangan ribuan malaikat yang menyambut kedatangan arwah Nasibah Syahidah yang perkasa”. Subhahanalloh

Wanita Sholehah : Bidadari Syurga Terindah


Pernahkah saudara-saudara melihat seorang bidadari? Bidadari yang bermata jeli. Yang kabarnya sangat indah dan jelita. Saya yakin kita semua belum pernah melihatnya. Kalau begitu mari kita ikuti percakapan antara Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha tentang sifat-sifat bidadari yang bermata jeli.
—-
Imam Ath-Thabrany mengisahkan dalam sebuah hadist, dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, dia berkata, “Saya berkata, ‘Wahai Rasulullah, jelaskanlah kepadaku firman Allah tentang bidadari-bidadari yang bermata jeli’.”

Beliau menjawab, “Bidadari yang kulitnya putih, matanya jeli dan lebar, rambutnya berkilai seperti sayap burung nasar.”

Saya berkata lagi, “Jelaskan kepadaku tentang firman Allah, ‘Laksana mutiara yang tersimpan baik’.” (Al-waqi’ah : 23)

Beliau menjawab, “Kebeningannya seperti kebeningan mutiara di kedalaman lautan, tidak pernah tersentuh tangan manusia.”
Saya berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik’.” (Ar-Rahman : 70)

Beliau menjawab, “Akhlaknya baik dan wajahnya cantik jelita”

Saya berkata lagi, Jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Seakan-akan mereka adalah telur (burung onta) yang tersimpan dengan baik’.” (Ash-Shaffat : 49)

Beliau menjawab, “Kelembutannya seperti kelembutan kulit yang ada di bagian dalam telur dan terlindung kulit telur bagian luar, atau yang biasa disebut putih telur.”

Saya berkata lagi, “Wahai Rasulullah, jelaskan kepadaku firman Allah, ‘Penuh cinta lagi sebaya umurnya’.” (Al-Waqi’ah : 37)

Beliau menjawab, “Mereka adalah wanita-wanita yang meninggal di dunia pada usia lanjut, dalam keadaan rabun dan beruban. Itulah yang dijadikan Allah tatkala mereka sudah tahu, lalu Dia menjadikan mereka sebagai wanita-wanita gadis, penuh cinta, bergairah, mengasihi dan umurnya sebaya.”

Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”

Beliau menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”

Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”

Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutera, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali. Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.”

Saya berkata, “Wahai Rasulullah, salah seorang wanita di antara kami pernah menikah dengan dua, tiga, atau empat laki-laki lalu meninggal dunia. Dia masuk surga dan mereka pun masuk surga pula. Siapakah di antara laki-laki itu yang akan menjadi suaminya di surga?”

Beliau menjawab, “Wahai Ummu Salamah, wanita itu disuruh memilih, lalu dia pun memilih siapa di antara mereka yang akhlaknya paling bagus, lalu dia berkata, ‘Wahai Rabb-ku, sesungguhnya lelaki inilah yang paling baik akhlaknya tatkala hidup bersamaku di dunia. Maka nikahkanlah aku dengannya’. Wahai Ummu Salamah, akhlak yang baik itu akan pergi membawa dua kebaikan, dunia dan akhirat.”
—-
Sungguh indah perkataan Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam yang menggambarkan tentang bidadari bermata jeli. Namun betapa lebih indah lagi dikala beliau mengatakan bahwa wanita dunia yang taat kepada Allah lebih utama dibandingkan seorang bidadari. Ya, bidadari saudaraku.

Sungguh betapa mulianya seorang muslimah yang kaffah diin islamnya. Mereka yang senantiasa menjaga ibadah dan akhlaknya, senantiasa menjaga keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah. Sungguh, betapa indah gambaran Allah kepada wanita shalehah, yang menjaga kehormatan diri dan suaminya. Yang tatkala cobaan dan ujian menimpa, hanya kesabaran dan keikhlasan yang ia tunjukkan. Di saat gemerlap dunia kian dahsyat menerpa, ia tetap teguh mempertahankan keimanannya.

Sebaik-baik perhiasan ialah wanita salehah. Dan wanita salehah adalah mereka yang menerapkan islam secara menyeluruh di dalam dirinya, sehingga kelak ia menjadi penyejuk mata bagi orang-orang di sekitarnya. Senantiasa merasakan kebaikan di manapun ia berada. Bahkan seorang “Aidh Al-Qarni menggambarkan wanita sebagai batu-batu indah seperti zamrud, berlian, intan, permata, dan sebagainya di dalam bukunya yang berjudul “Menjadi wanita paling bahagia”.

Subhanallah. Tak ada kemuliaan lain ketika Allah menyebutkan di dalam al-quran surat an-nisa ayat 34, bahwa wanita salehah adalah yang tunduk kepada Allah dan menaati suaminya, yang sangat menjaga di saat ia tak hadir sebagaimana yang diajarkan oleh Allah.

Dan bidadari pun cemburu kepada mereka karena keimanan dan kemuliaannya. Bagaimana caranya agar menjadi wanita salehah? Tentu saja dengan melakukan apa yang diperintahkan Allah dan menjauhi segala laranganNya. Senantiasa meningkatkan kualitas diri dan menularkannya kepada orang lain. Wanita dunia yang salehah kelak akan menjadi bidadari-bidadari surga yang begitu indah.

Duhai saudariku muslimah, maukah engkau menjadi wanita yang lebih utama dibanding bidadari? Allah meletakkan cahaya di atas wajahmu dan memuliakanmu di surga menjadi bidadari-bidadari surga. Maka, berlajarlah dan tingkatkanlah kualitas dirimu, agar Allah ridha kepadamu

Istri - Istri Teladan Mujahidah


Seorang isteri bukanlah semata-mata orang kedua. Dia adalah satu pribadi. Satu pribadi yang memiliki level kepentingannya sendiri di dalam apa yang kita sebut keluarga. Sama halnya dengan anak, adik, kakak, ayah, dan suami. Itu makanya, tulisan ini tidak diberi judul “Isteri-isteri Nabi”, misalnya. Sebab mereka bukanlah sekadar “serombongan wanita” yang menjadi isteri seorang Nabi. Maksudnya, sebagai individu, masing-masing wanita ini memang punya mutu. Soal kemudian mereka diperisteri oleh Nabi Nabi Muhammad SAW SAW, tokoh paling bermutu sepanjang sejarah manusia, itu soal kedua. Nah, soal kedua inilah yang lantas memahatkan nama mereka di hati ummat Islam hingga jaman yang akan datang. Selamat menikmati profil-profil ringkas wanita-wanita bermutu ini.

SITI KHADIJAH (Ummul Mukminin pertama).
Lahir di Mekkah tahun 556, Khadijah adalah wanita pertama pemeluk Islam. Ketika disunting RasuluLlah SAW, ia seorang janda berusia 40 tahun. Berasal dari keluarga terpandang dan ia sendiri menjadi orang terkaya di kotanya. Sedangkan RasuluLlah SAW masih muda, berusia sekitar 25 tahun dan dari keluarga miskin. Keinginan perkawinan itu datang dari pihak Khadijah.
Setelah menikah, semua kekayaan Khadijah dipergunakan sepenuhnya untuk mendukung dakwah RasuluLlah SAW. Juga, karena kewibawaannya di hadapan suku Quraisy, ia pun menjadi pelindung RasuluLlah SAW dari ancaman orang-orang Quraisy.

Rasulullah SAW sangat mencintai Khadijah. Meskipun Khadijah sudah meninggal beberapa tahun, RasuluLlah SAW masih tetap mengenang. Sehingga pernah isterinya yang lain –Aisyah– memprotes cemburu. “Demi Allah, tidak ada ganti yang lebih baik dari dia, yang beriman padaku saat semua orang ingkar, yang percaya padaku ketika semua mendustakan, yang mengorbankan hartanya saat semua berusaha mempertahankannya;… dan darinyalah aku mendapatkan keturunan,” kata RasuluLlah SAW di hadapan Aisyah.

Dari Khadijah, Nabi mendapat kurnia 7 anak: 3 putra dan 4 putri. Yang putra bernama al-Qasim, Abdullah, dan (Thaher, meninggal ketika masih bayi). Sedangkan yang putri: Zainab, Ruqayyah, Ummu Kalsum dan Fatimah. Sebelum dengan Nabi, Khadijah pernah menikah dengan Abu Halal an-Nabbasy bin Zurarah. Dari Abu Halal, Khadijah mendapat seorang anak.
Setelah Abu Halal meninggal, Khadijah menikah lagi dengan Atiq bin Abid al-Makhzumi. Sampai Atiq meninggal, mereka tidak dikurnia anak. Ummul mukminin al-Kubra (Ibu Kaum Mukminin yang Agung) ini sendiri meninggal pada 619 H.

SAUDAH BINTI ZUM’AH (Ummul Mukminin kedua).
Setelah Khadijah meninggal, Nabi baru bersedia menikah lagi. Saudah juga seorang janda. Suaminya, as-Sakran bin Amru al-Amiri, meninggal ketika hijrah ke Habsyi (Ethiopia).
Saudah sangat berduka ditinggal suaminya itu. Untuk mengobati duka itu, atas saran seorang wanita Khaulah binti Hakim As, RasuluLlah SAW lantas meminang Saudah. Meskipun RasuluLlah SAW juga menyayangi Saudah, tetapi ternyata hatinya tidak mampu mencintai wanita ini. Karena merasa berdosa, RasuluLlah SAW lantas ingin menceraikan Saudah. Tapi apa kata Saudah, “Biarlah RasuluLlah SAW aku begini. Aku rela malamku untuk Aisyah (Ummul Mukminin ke tiga Nabi). Aku sudah tidak membutuhkan lagi.”
Saudah wafat dimasa kekhalifahan Umar bin Khaththab hampir berakhir.

‘AISYAH BINTI ABU BAKAR (Ummul Mukminin ketiga).
Satu-satunya isteri Nabi yang masih gadis, ketika dinikahi Nabi. Putri sahabat Nabi, Abu Bakar ash-Shiddiq ini dilahirkan 8 atau 9 tahun sebelum Hijrah. Menikah berumur 6 tahun, namun baru 3 kemudian hidup serumah dengan Nabi. Budaya Arab, seorang laki-laki berumur menikahi seorang gadis belia, hal yang biasa. Salah satu sebabnya, wanita Arab fisiknya cenderung bongsor dibanding usianya.

Setelah Khadijah, Aisyahlah isteri yang paling dekat dengan Nabi. Cantik dan cerdas, begitu penampilannya. Karena kedekatan dan kecerdasannya itu, setelah Nabi wafat, banyak hadith yang ia riwayatkan. Terutama soal wanita dan keluarga. Ada 1.210 hadith yang diriwayatkan Aisyah, di antaranya 228 terdapat dalam hadith shahih Bukhari.

Selama mendampingi Nabi, Aisyah pernah dilanda fitnah hebat. Ceritanya, pada peperangan melawan Bani Mustaliq, berdasarkan undian di antara isteri-isteri Nabi, Aisyah terpilih mendampingi Nabi. Dalam perjalanan pulang, rombongan istirahat pada suatu tempat Aisyah turun dari sekedupnya (sejenis pelana yang beratap di atas punuk unta), karena ada keperluan. Kemudian kembali. Tetapi ada yang ketinggalan, ia kembali lagi untuk mencarinya. Sementara itu, rombongan berangkat dengan perkiraan bahwa Aisyah sudah ada di sekedupnya. Aisyah tertinggal.

Ketika sahabat Nabi, Safwan bin Buattal menemuinya, Aisyah sudah tertidur. Akhirnya, ia pergi diantar Safwan. Peristiwa ini kemudian dimanfaatkan orang-orang kafir untuk menghantam Nabi. Disebarkan fitnah, Aisyah telah serong. Fitnah ini benar-benar meresahkan ummat. Bahkan Nabi sendiri sempat goyah kepercayaannya pada Aisyah. Sehingga turunlah wahyu surat An Nuur ayat 11. Inti wahyu itu, menegur Nabi dan membenarkan Aisyah.

Aisyah wafat pada malam Selasa, 17 Ramadhan 57 H, dalam usia 66 tahun. Shalat jenazahnya diimami oleh Abu Hurairah dan dimakamkan di Ummahat al-Mukminin di Baqi (sebelah Masjid Madinah) bersama Ummul Mukminin lainnya.

HAFSAH BINTI UMAR (Ummul Mukminin keempat).
Hafsah adalah janda Khunais bin Huzafah, sahabat RasuluLlah SAW yang meninggal ketika perang Uhud.

RasuluLlah SAW menikahi Hafsah, kerena kasihan kepada Umar bin Khattab –ayah Hafsah. Hafsah sedih ditinggal suaminya, apalagi usianya baru 18 tahun. Melihat kesedihan itu, Umar berniat mencarikan suami lagi.

Pilihannya jatuh kepada sahabatnya yang juga orang kepercayaan RasuluLlah SAW, yakni Abu Bakar. Tapi ternyata Abu Bakar hanya diam saja. Dengan perasaan kecewa atas sikap Abu Bakar itu, Umar menemui Usman bin Affan, dengan maksud yang sama. Ternyata Usman juga menolak, karena dukanya atas kematian isterinya, belum hilang. Isteri Usman adalah putri RasuluLlah SAW sendiri, Ruqayyah.

Lalu Umar mengadu kepada RasuluLlah SAW. Melihat sahabatnya yang marah dan sedih itu, RasuluLlah SAW ingin menyenangkannya, lantas berkata “Hafsah akan menikah dengan orang yang lebih baik daripada Usman, dan Usman akan menikah dengan orang yang lebih baik dari Hafsah.” Tak lama kemudian, Hafsah dinikahi RasuluLlah SAW, sedang Usman dengan Ummu Kalsum, putri RasuluLlah SAW juga.
Suatu malam di kamar Hafsah, RasuluLlah SAW sedang berdua dengan isterinya yang lain, Maria. Hafsah cemburu berat, lantas menceritakan kepada Aisyah. Aisyah kemudian memimpin isteri-isteri yang lain, protes kepada RasuluLlah SAW.

RasuluLlah SAW sangat marah dengan ulah isteri-isterinya itu. Saking marahnya, beliau tinggalkan mereka selama satu bulan. Terhadap kasus ini, kemudian Allah menurunkan wahyu surat at-Tahrim ayat 1-5.

Sejarah mencatat, Hafsahlah yang dipilih di antara isteri-isteri RasuluLlah SAW untuk menyimpan naskah pertama al-Qur’an. Hafsah wafat pada awal pemerintahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan, dimakamkan di Ummahat al-Mu’minin di Baqi.

ZAINAB BINTI KHUZAIMAH (Ummul Mukminin kelima).
Di antara isteri-isteri RasuluLlah SAW, Zainablah yang wafat lebih dulu, setelah Khadijah. Para sejarawan tidak banyak tahu tentang Zainab, termasuk latar belakangnya. Tapi yang jelas ia juga seorang janda saat dinikahi RasuluLlah SAW.

Hidupnya bersama RasuluLlah SAW, hanya singkat. Antara 4 sampai 8 bulan. Zainab terkenal dengan julukan Ummul Masaakiin, karena kedermawanannya terhadap kaum miskin. Zainab meninggal, ketika RasuluLlah SAW masih hidup. Dan RasuluLlah SAW sendiri menshalati jenazahnya. Zainablah yang pertama kali dimakamkan di Baqi.

UMMU SALAMAH (Ummul Mukminin keenam).
Nama aslinya, Hindun binti Abu Umayah bin Mughirah. Suaminya bernama Abdullah bin Abdul Asad. Abdullah atau dipanggil Abu Salamah, meninggal ketika perang melawan Bani As’ad yang akan menyerang Madinah. Sebelum meninggal Abu Salamah berwasiat, agar isterinya ada yang menikahi dan orang itu harus lebih baik dari dirinya.

Abu Bakar ingin melaksanakan wasiat itu, dengan meminang Ummu Salamah tapi ditolak. Demikian pula Umar bin Khattab, juga ditolak. Tiada lain, RasuluLlah SAW sendiri akhirnya yang maju. Dan diterima. Ketika itu umur Ummu Salamah hanya beberapa tahun dibawah RasuluLlah SAW dan sudah beranak empat.

Sejarah mencatat, surat at-Taubah 102 turun tatkala RasuluLlah SAW sedang berbaring di kamarnya Ummu Salamah. Dalam perjanjian Hudaibiyah, Umum Salamah punya peranan penting.

Banyak sahabat RasuluLlah SAW yang protes terhadap perjanjian itu, termasuk Umar. Usai perjanjian ditandatangani, RasuluLlah SAW memerintahkan para sahabat agar menyembelih ternak dan memotong rambut. Namun tidak ada yang melakukan seruan itu. RasuluLlah SAW mengulangnya sampai tiga kali, tapi tetap tidak ada yang menyahut. Dengan kesal dan marah kembali ke kemahnya.

Ummu Salamah lantas usul, agar RasuluLlah SAW jangan hanya bicara, langsung saja contoh. Benar juga, RasuluLlah SAW lantas keluar menyembelih ternak dan menyuruh pembantu memotong rambut beliau. Kaum muslimin kemudian banyak yang mengikuti rindakan RasuluLlah SAW ini, karena takut dikatakan tidak mengikuti sunnah RasuluLlah SAW. Ummu Salamah banyak mengikuti peperangan. Ia hidup sampai usia lanjut. Ia wafat setelah peristiwa Karbala, yakni terbunuhnya Husein, cucu RasuluLlah SAW. Ummu Salamah adalah Ummahatul Mukminin yang paling akhir wafatnya.

ZAINAB BINTI JAHSY (Ummul Mukminin ketujuh).
Zainab adalah bekas isteri Zaid bin Haritsah yang telah bercerai. Sedang Zaid adalah anak angkat RasuluLlah SAW. Zainab sendiri dengan RasuluLlah SAW juga masih bersaudara. Karena wanita ini adalah cucu Abdul Muthalib, kakek RasuluLlah SAW (baca Sejarah, Sahid, April l997).
Meski perkawinan Zainab dengan Nabi jelas-jelas perintah Allah, tapi gosip menyelimuti perkawinan mereka. Wahyu yang memerintah Nabi agar menikahi Zainab itu ada pada al-Ahzab 37. Dari perkawinan inilah kemudian turun hukum-hukum pernikahan, termasuk perintah hijab (al-Ahzab 53).

JUWAIRIAH BINTI HARITS (Ummul Mukminin kelapan).
Nama sebenarnya adalah Barrah binti Harits bin Abi Dhirar, putri pimpinan pemberontak dari suku Bani Musthalaq, Harits bin Dhirar. Setelah menikah dengan Nabi berganti nama Juwairiah. Sebelumnya, Juwairiah adalah tawanan perang.

Riwayat selanjutnya tak banyak diketahui oleh para sejarawan. Hanya ia meninggal dalam usia 65 tahun, di Madinah, pada masa Muawiyah. Dishalatkan dengan Imam Amir Madinah yaitu Marwan bin Hakam.

SOFIYAH BINTI HUYAI (Ummul Mukminin kesembilan).
Satu-satunya isteri Nabi dari golongan Yahudi ya Sofiyah ini. Sofiyah masih keturunan Nabi Harun dan ibunya Barrah binti Samual. Meski usianya baru 17 tahun, tapi ia sudah dua kali menikah. Pertama dengan Salam bin Masyham, dan kedua dengan Kinanah bin Rabi bin Abil Haqiq, pemimpin benteng Qumus, benteng terkuat di Khaibar, markasnya kaum Yahudi.
Dikawininya Sofiyah itu, Nabi sebenarnya berharap agar kebencian kaum Yahudi kepada kaum muslimin dapat diredam. Sofiyah wafat tahun 50 Hijriah, pada zaman Mua’wiyah. Dimakamkan di Baqi.

UMMU HABIBAH BINTI SOFYAN (Ummul Mukminin kesepuluh).
Nama sebenarnya Ramlah binti Abi Sofyan. Ia memang putri pemimpin Quraisy, Abu Sofyan, musuh bebuyutan Islam itu. Habibah adalah nama putri Ramlah hasil perkawinan dengan Ubaidillah, saudara Ummul Mukminin Zainab ra. Tentu saja Ramlah telah masuk Islam.
Berdua dengan suaminya, ia kemudian hijrah ke Habsyi (Afrika). Celakanya, sesampai di Habsyi suaminya murtad, masuk Nasrani. Selanjutnya, Ramlah dinikahi RasuluLlah SAW. Mendengar ini, betapa marahnya Abu Sofyan, putrinya sendiri masuk Islam dan sekarang kawin dengan musuh besarnya, Nabi Muhammad SAW.

Sampai akhir hayatnya, Ramlah tetap membela Islam dan suaminya. Ia wafat pada usia 60 tahun. Juga dimakamkan di Baqi.

MARIAH AL QIBTIYAH (Ummul Mukminin kesebelas).
Mariah sebelumnya adalah budak kiriman dari raja Mesir. Kemudian diangkat derajatnya dengan dijadikan isteri Nabi. Setelah Khadijah, Mariah satu-satunya isteri Nabi yang melahirkan anak. Namanya Ibrahim bin Nabi Muhammad SAW. Cuma, sayangnya Ibrahim meninggal. RasuluLlah SAW sangat sedih dengan kematian putranya itu.

Mariah wafat pada tahun 16 hijriah. Dishalatkan oleh Amir Mukminin Umar bin Khattab.

MAIMUNAH BINTI AL HARITS (Ummul Mukminin kedua belas).
Nama aslinya adalah Barrah binti Harits. Setelah menikah dengan Nabi, diganti dengan Maimunah. Perkawinan ini –Barrah ketika itu janda berumur 26 tahun– sesungguhnya atas permintaan paman Nabi, yakni Abbas bin Abdul Muthalib. Barrah sendiri adalah adik dari isteri Abbas. Tidak banyak yang diketahui sejarah Barrah. Yang jelas ia wafat pada tahun 51 hijriah..