"Ingatlah ketika Rabb-mu berfirman kepada para malaikat : "Sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah dimuka bumi", mereka berkata: Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu seorang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Allah berfirman "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". ( QS. Al Baqarah : 30 )
Ikhwan fiddien rahimakumullah, mari kita kaji beberapa pelajaran yang terkandung dalam ayat ini.
Pertama, Kedudukan kita sebagai khalifatullah fil ard adalah sesuatu yang sangat mulia dan terhormat. Pengumuman Allah di hadapan semua mahkluk langit adalah bukti betapa Allah mengandalkan manusia sebagai master peace-Nya yang akan memikul tanggung jawab sebagai wakilNya di muka bumi.
Kedudukan khalifah ini, secara tersirat juga dikehendaki oleh makhluk Allah bernama Malaikat. Ungkapan kritisnya dengan mengatakan : Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau? "bukanlah sekedar sikap kritis semata.
Pengungkapan malaikat ada dua bagian, pertama sedikit mendiskriditkan manusia dengan mengatakan akan berbuat kerusakan dan saling menumpahkan darah. Bagian kedua sedikit menyebut-nyebut kelebihan yang dimilikinya.
Saya pikir semua sepakat, bahwa bila seorang berkata mendiskriditkan pihak lain dan kemudian menyebut kelebihan sendiri sudah bukan lagi sekedar sikap kritis, tapi lebih jauh dari itu, mungkin ada interest di dalamnya.
Ini juga memberi bukti keagungan dan kemulian predikat sebagai khalifah.
Kedua, kita bisa melihat bagaimana Allah menjalankan pemerintahan-Nya. Ayat ini memberi keterangan bagaimana Allah "sedikit" bersikap otoriter kepada para malaikat dengan Firman-Nya: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui". Yang bila diterjemahkan bebas, bisa berbunyi : Bagaimana Aku saja, toh Aku lebih tahu
Allah bersikap otoriter? rasanya tidak salah. Lebih dari itupun, misalnya diktator rasanya juga tidak salah, karena Allah bersifat Al-Jaliil, Al-Mutakabbir, Al-Aziiz. Namun di balik "keotoriteran" Allah kita bisa melihat bahwa yang paling Allah munculkan adalah sisi ilmu-nya (Innii a'lamu maa laa ta'lamuun). Dan bukan sisi kekuasaan-Nya atau sisi kekuatan-Nya. Bisa saja kalau Allah mau dan tidak salah, Allah berkata Aku lebih berkuasa atau Aku lebih berwenang.
Selain itu di balik keotoriteran, Allah juga masih memberikan ruang kepada para malaikat untuk menyampaikan pandangan dan pendapatnya. Ini memberikan pelajaran bahwa kebijakan, perintah atau inntruksi yang Allah keluarkan adalah berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ilmu. Dan bukan hanya didasarkan atas informasi-informasi sefihak saja.
Kalau bukan karena pertimbangan ilmu, bisa jadi posisi malaikat yang secara riel lebih "dekat" hubungannya dengan Allah dan jauh lebih "senior" dibandingkan manusia akan lebih pantas menduduki jabatan sebagai khalifah.
Apa pelajaran dari sedikit analisa kritis ini?
Pertama, marilah kita syukuri anugrah Allah dan kepercayaan yang luar biasa yang Allah berikan kepada kita dengan pengangkatan kita sebagai khalifah. Bentuk syukur, tentu saja adalah dengan menyikapi pemberian dengan sikap yang dikehendaki oleh pemberi anugrah.
Kedua, khususnya bagi para aparat, dalam mengambil sebuah kebijakan atau perintah marilah semaksimal mungkin kita dasari dengan ilmu. Dan bukan hanya sekedar ekspresi dari kewenangan atau kekuasaan belaka. Lebih parah lagi kalau keputusan diambil dengan pijakan masukan-masukan dari satu pihak semata yang dirasa lebih dekat dan lebih senior.
Selain itu, dalam posisi seperti apapun, kita masih tetap memberi ruang bagu ummat/staff untuk memberikan pendapat dan masukannya, terlepas apakah masukan itu akan menjadi dasar atau tidak. Artinya menjauhkan sikap otoriter apalagi diktator.
Ketiga, bagi semuanya penulis mengajak marilah menjadi penerus-penerus Ibrahim yang akan membuat Allah tersenyum dan dengan bangga memperlihatkan kepada para malaikat bahwa keputusan pengangkatan manusia sebagai khalifah bukan keputusan yang keliru. Marilah dengan segenap karunia yang Allah berikan kepada kita, kita menjadi hamba Allah yang sejati ( Para Mujahid yang meng-idharkan Khilafah Daulah ). Seperti yang pernah disebutkan di dalam sebuah hikayat, bahwa ketika Ibrahim telah meletakan pisau tajam di atas leher Ismail, saat itulah langit bergemuruh dengan suara takbir dan tasbih ribuan malaikat penghuni langit dan Allah kemudian berkata kepada para malaikat: "Alam aqul lakum innii a'lamu ghaibas samaawati wal ard?" dan para malaikat menjawab: "Subhaanaka laa ilma lanaa illa na allamtanaa".
(Wallaahu a'lam bisshawwaab) - At Tasbih -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar