Wali Al-Fattaah
Wali Al-Fattah waktu itu berusia 32 tahun pada akhir penjajahan kolonialisme Belanda. Ia lahir di Ngawi, Jawa Timur, pada 23 Oktober 1908. dari pasangan Raden Tjokroprawiro (ayah) bin Raden Arsoeatmojo (Asisten Wedana Ngrayun di Madiun), keturunan ke-17 Kanjeng Sultan Dhemak di Demak. Wali Al-Fattaah aktif dalam PSII pada tahun 1920 dalam usia 22 tahun. Waktu itu ia menjadi Redaktur Harian "Bintang Mataram" Bagian Luar Negeri di Yogyakarta. Sebelumnya (1929) ia redaktur "Medan Doenia" di Semarang. Ibunya bernama Aminah. Tjokroprawiro adalah Kepala B.N.I. (Bank Negara Indonesia) dan Perintis Kemerdekaan Republik Indonesia, teman seperjuangan Tjokroaminoto sejak 1915 M. Tjokroprawiro membangkitkan Sarekat Islam di Banyumas, Sokaraja, Purbolingo dan Purworejo, dan pemimpin Comite Tentara Kanjeng Nabi Muhammad di wilayah Karesidenan Banyumas. (Layang Kekantjingan Asal-Oesoel/ Oeroetan Asal-Asoel, Jogjakarta, 24 Maret 1938; Riwayat Hidup Raden Tjokroprawiro; Orang Indonesia Jang Terkemoeka di Djawa, Gunsei-kanbu: 470-471).
Belanda menyerah
Pada akhir tahun 1940 dan awal tahun 1941 situasi semakin gawat sesudah Jepang bersekutu dengan Adolf Hiltler, pemimpin Nazi Jerman. Belanda sudah gemetaran ketakutan setelah Jerman menduduki Nederland dan pemerintahannya lari ke Sekutu dekatnya, Inggris, sesama penjajah. Hubungan Pemerintah Belanda di Eropa dan di Hindia Belanda di Indonesia nyaris terputus. Belanda tinggal berharap pada Sekutu, terutama Inggris dan Amerika Serikat. Ini saat sakratal mautnya Belanda.
Dengan semboyan Perang Asia Timur Raya, melalui perang kilat, balatentara Jepang menyerang dan menguasai Filipina, Malaya (Malaysia termasuk Singapura di dalamnya sebelum berpisah), kepulauan Pasifik dan seluruh Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Inggris melarikan diri dari Malaya (1941), dan Belanda menyerah tanpa syarat dan meninggalkan Indonesia (9 Maret 1942) dan berkuasalah Jepang di Indonesia. Jepang banyak menawan serdadu Belanda.
Bangsa Indonesia bersyukur atas kalahnya Pemerintah Kolonial Hindia Belanda tanpa syarat dan enyah dari Indonesia setelah menjajah Nusantara selama 350 tahun membunuh jutaan rakyat Indonesia, termasuk para pahlawan Islam, seperti Teuku Umar, Teuku Tjik Ditiro, Teuku Panglima Polem, Tjut Nyak Din di Aceh, Sisingamangaraja di Tapanuli Utara, Tuanku Imam Bonjol di Sumatera Barat, Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah serta para mujahid dan mujahidah Muslimin dan Muslimat lainya. ***
Zaman Penjajahan Jepang
Dai Nippon (Jepang) waktu itu dianggap sebagai penyelamat negeri-negeri terjajah, yang dijajah oleh bangsa Kristen Eropa, Portugis, Belanda, Inggris, Perancis, Spanyol. Malaya bebas dari penjajahan Inggris, Indonesia bebas dari penjajahan Belanda, Indochina bebas dari penjajahan Perancis.
Tetapi semboyan Jepang, Asia untuk Asia dengan Perang Asia Timur Raya-nya, yang semula akan menolong bangsa Asia Tenggara yang terjajah, berbalik melakukan penjajahan, seperti di Indonesia, karena daya tarik minyak bumi yang banyak terdapat di Kalimantan Timur seperti Balikpapan dll. di Indonesia.
Balatentara Jepang bahkan sangat kejam menjadikan banyak orang Indonesia sebagai Romusha (kuli kerja paksa). Puluhan ribu Romusha dikerah-kan secara paksa bekerja membuat lapangan-lapangan terbang, jalan-jalan kereta api dll. untuk keperluan perang. Mereka diangkut tidak hanya dalam wilayah Indonesia, tetapi juga seperti ke Birma dan Siam (Thailand). Tenaganya diperas, tetapi makanan, pakaian, kesehatan, perumahan diabaikan, hingga kematian tidak terhitung banyaknya.
Hanya sebagian kecil dapat meloloskan diri atau melampaui masa perang. Sedangkan wanitanya, banyak yang diperkosa dan menjadi pemuas nafsu balatentara Jepang. Tentara-tentara Jepang juga memaksa penduduk untuk menunduk (menyembah) matahari, kepercayaan Agama Shinto Jepang. Banyak orang Indonesia berpakaian compang camping, memakai pakaian dari goni (karung dari tali rami yang dijadikan pembungkus beras). Mereka kelaparan, badan kurus kering.
Dalam tahun-tahun pertama Perang Dunia II, Jerman di bawah komando Adolf Hitler, Italia dengan Musolininya, Jepang dengan kaisarnya, Henno Teika Hirohito, nyaris menguasai seluruh dunia hingga 1942. Tetapi tahun-tahun berikutnya terjadi kemunduran, Jerman dan Italia mulai surut dan kalah dalam berbagai pertempuran melawan Sekutu di Eropa. Italia kalah (1943).
Di Pasifik, dalam pertempuran laut, armada kapal-kapal perang dan induk Jepang ditenggelamkan AS dan terkubur di lautan. Beberapa pulau di Pasifik yang dikuasai Jepang telah jatuh ke tangan AS. Guadalcanal, pulau gunung api (luas 2.500 mil2, penduduk lk.14.000) yang diduduki Jepang (1942) direbut pasukan marinir AS (1943) dalam pertempuran hebat di Tanjung Esperance dan Tanjung Lunga. Ini merupakan kemenangan yang penting bagi Amerika Serikat. (EU.384). Di Irian (Papua) tentara Jepang terdesak dan kelaparan. Mr. Aujong Peng Koen dibantu FJE Tan dalam bukunya Perang Pasifik halaman 86 menyebutkan serdadu Jepang yang kelaparan di Irian (Papua) kadang2 tidak segan makan daging manusia, yaitu daging serdadu Sekutu yang tertangkap. "…pada suatu hari kelihatan seorang serdadu Jepang membuang tulang kaki ke dalam laut.
Tulang2 itu dikumpul oleh para tawanan dan ternyata tulang itu adalah tulang manusia" (The Sixth Column, The heroic personal story of Mahmood Khan Durrani, 1955:342).
Tanda-tanda kekalahan Jepang sudah tampak. Jepang mulai melakukan perekrutan penduduk pribumi untuk dijadikan tentaranya, seperti Heiho, barisan pembantu prajurit Jepang ( yang akhirnya menjadi senjata makan tuan, merebut kekuasaan dan senjata Jepang dan menjadi kekuatan militer Indonesia bersama PETA/Pembela Tanah Air).
Tetapi Jepang masih tampak tegar. Bagi mereka percaya penuh kepada Tenno Heika Hirohito, kaisar Jepang yang dianggap sebagai titisan dewa Matahari. Mereka sanggup melakukan hara kiri (bunuh diri) dengan pasukan "jibaku"nya dan serangan "banzai" dengan pedang samurai serta pilot Kamikaze yang menumburkan pesawat pemburunya ke sasaran-sasaran kapal-kapal penempur AS di Pasifik demi kaisar.
Hizbullah mengamati semua perkembangan ini. Wali Al-Fattaah memajukan konsep pembentukan pasukan yang terdiri dari para pemuda Muslimin dengan nama "Hizbullah" kepada pemerintah pendudukan balatentara kerajaan Jepang yang berkedudukan di Jakarta. Delegasi yang dikirim oleh Hizbullah adalah Wali Al- Fattaah sendiri dan Ustadz Sulaiman Masulili (Penawi Tengah). Mereka berangkat dari Yogyakarta ke Jakarta yang transportasi waktu itu sangat sulit. Mereka tidak takut terhadap Jepang. Mati bagi mereka syahid.
Wali Al-Fattaah sebagai konseptor usulan itu mengatakan, "Maksudnya, setelah runtuhnya kekuasaan Jepang dalam Perang Dunia II menghadapi pasukan Sekutu, khususnya menghadapi Amerika Serikat (AS), kaum Muslimin hendaknya jangan tertinggal, bahkan bilamana mungkin mempeloporinya sekalipun sesuai dengan suasana juang pada waktu itu, kita harus angkat senjata. Pada saat itu telah mulai terbayang usaha meneruskan perjuangan kemerdekaan Indonesia," ungkap Wali Al-Fattaah. Maksud ini tidak diungkapkan oleh Wali Al-Fattaah kepada Jepang. Selama pendudukan Jepang, Hizbullah dalam keadaan aman, sedang usulan Wali Al-Fattaah disetujui, terbukti dengan adanya latihan-latihan kader inti di Cibarusa, Bogor, dan terbentuknya Lasykar Hizbullah (Salah seorang di antara pelatihnya adalah Mr. Kasman Singodimedjo dari PETA.
"Semuanya itu melewati perjuangan, yang Insya ALLAH, sebagai hasil usaha kita", kata Wali Al-Fattaah.
Akhir Perang Dunia II
Tahun 1945, Perang Dunia II tampak akan berakhir. Setelah Italia menyerah kepada Sekutu (1943), perlawanan Jerman telah runtuh pada April 1945 setelah 7 Maret menyerah tanpa syarat.
Jepang masih terus berjibaku menghadapi AS sekalipun kapal-kapal induk dan pesawat-pesawat tempurnya banyak temggelam dan berjatuhan ditembak oleh pesawat-pesawat tempur AS dalam perang laut dan udara di Pasifik.
Pasukan AS merebut Saipan di kepulauan Mariana, Pasifik. Harakiri besar-besaran tentara Jepang terjadi. Osami Nagano, penasehat Tenno Heika mengatakan: "Ketika kami kalah di Saipan, mulailah malapetaka, hell was open us." (Perang Pasifik: 169,170). Kapal penempur Jepang, Yamato, paling besar yang pernah dibuat manusia, memiliki bobot mati 64.000 ton, dengan tiga meriam 18,3 inch, tiga mercu/meriam, dikubur pesawat-pesawat tempur AS di laut Pasifik (April 1945).
Di Bom Atom, Jepang menyerah
Kendati kalah dalam berbagai pertempuran darat, laut dan udara, Jepang tidak mau menyerah. Presiden Amerika Serikat (AS) Harry S. Truman memerintahkan agar kota-kota Jepang yang giat dalam usaha perang, diserang dengan Bom Atom, meskipun ribuan penduduk akan mati dan kota menjadi debu. AS waktu itu telah memiliki Bom Atom yang dibuat oleh sejumlah sarjana AS, Inggris dan Jerman pelarian dari Eropa dalam Manhattan-project di AS dengan biaya 2 miliar dollar. Bom Atom telah diuji-coba di daerah gurun New Mexico (16 Juli 1945). (EP75)
Peristiwa mengerikan dan dahsyat terjadi ketika pesawat pembom B-25 AS menjatuhkan sebutir Bom Atom uranium di Hiroshima, kota besar Jepang di Pulau Hondo, pada 6 Agustus 1945. Hiroshima lenyap dari permukaan bumi, 240.000 orang mati, 50.000 orang luka berat, 10.000 orang luka enteng dan 6.783 orang hilang (menurut laporan kotapraja Hiroshima sendiri) (Encyclopaedia Politica (EP), 1960: 75).
Tiga hari setelah itu, 9 Agustus 1945, kembali pesawat pembom B-29 menjatuhkan Bom Atom, kali ini plutonium yang lebih hebat lagi di Nagasaki, di Kyusu Barat, Jepang. Nagasaki jadi debu. Jumlah korban lebih besar lagi. Ini peristiwa yang mengerikan. Untuk pertama kalinya Bom Atom itu digunakan membunuh manusia dalam Perang Dunia II yang menewaskan lebih kurang 40 juta manusia. Seluruh dunia memprotes penggunaan bom pemusnah massal itu.
Ketika wartawan ANTARA Maulana Sitepu mengunjungi Hiroshima (1990-an) ia mengatakan kepada penulis, "Saya melihat bumi menganga dalam bekas ledakan Bom Atom itu dan tidak ada tanaman yang tumbuh. Radiasinya menjangkau puluhan kilometer, yang menyebabkan korban jiwa terus berjatuhan." Sejak itu AS, Inggris, Uni Sovyet Rusia berlomba membuat Bom Iblis ini secara besar-besaran, kemudian Bom Nuklir, yang kekuatannya jauh lebih dahsyat lagi. Bagaimana jika Bom Nuklir digunakan dalam perang? Perang Dunia III? Tidak terbayangkan dahsyat dan akibat kerusakannya! Jepang akhirnya menyerah sekalipun angkatan perangnya menolak, asal Tenno Heika Hirohito, kaisar Jepang, tidak diturunkan dari tahtanya. Pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu, sekalipun belum ada seorang pasukan Sekutu menginjak buminya. (EU:831; Perang Pasifik 1941-1945: 242-243).
Indonesia merdeka
Tiga hari setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, Indonesia memprok-lamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Teks proklamasi itu dibacakan oleh Presiden Soekarno didampingi Wakil Presiden Mohammad Hatta di Tugu Proklamasi, Jakarta. Merdeka! Merdeka! Merdekaaa! Di mana-mana di seluruh Indonesia, terdengar pekik Merdeka! Kantor Berita ANTARA berpusat di Pasar Baru, Jakarta, menyiarkan hari kemerdekaan itu ke seluruh penjuru dunia.
Indonesia merdeka setelah jutaan rakyat Indonesia, terutama para syuhada Muslimin berguguran selama 350 tahun penjajahan kolonialisme Nasrani Belanda di Indonesia dan 3-1/2 tahun penjajahan Fasisme Jepang.
Jepang banyak meninggalkan gua-gua persembunyian tentaranya di Indonesia ketika perang melawan Sekutu. Tentara Sekutu menyemprotkan api ke gua-gua itu untuk memaksa tentara Jepang yang bersembunyi keluar. Sekutu menawan dan mengembalikan 283.000 tentara Jepang. Pemulangan ini dilakukan oleh pasukan Inggris. (DGE Hall, Sejarah Asia Tenggara (SAT): 797).
Tentara rakyat Indonesia (TRI) dan pasukan-pasukan perlawanan terhadap penjajah, termasuk Hizbullah yang terdiri dari pada pemuda Muslimin dimana Wali Al-Fattaah menjadi konseptornya, kemudian dilebur dalam satu kesatuan, Tentara Nasional Indonesia (T.N.I.) oleh Panglima besar Jenderal Sudirman. ***
Masa Kemerdekaan
Hizbullah terus berjalan, dan memasuki awal kemerdekaan Indonesia, kalimat Hizbullah kemudian dipergunakan sebagai nama lasykar sesudah proklamasi kemerdekaan Indonesia, dengan adanya keputusan Muktamar Ummat Islam di Aula Muallimin Karangkajen Yogyakarta dimana terbentuknya Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), 7 November 1945 M. Susunan Pengurus Besar Masyumi waktu itu, Ketua Umum: Dr. Sukiman.Ketua Muda I: Abikusno Tjokrosujoso. Ketua Muda II: Wali Al Fattaah. Sekretaris I: Harsono Tjokroaminoto. Sekretaris II: Prawoto Mangkusasmito. Bendahara: Mr. R.A. Kasmat. Majelis Syuro: Ketua Umum: K.H. Hasjim Asj'ari. Ketua Muda I: Ki Bagus Hadikusumo; Ketua Muda II: K.H. A. Wahid Hasjim; Ketua Muda III: Kasman Singodimedjo. Anggota pengurus besar lainnya: Wondoamiseno, Mr. Moh. Roem, Muhammad Natsir, Dr. Abu Hanifah, dll. (Sejarah Hidup K.H. A. Wahid Hasjim, halaman 351; Au Hanifah: Ummat Islam dan Republik Indonesia Serikat (Hikmah, No. 18, Tahun 1368 H./1949 M.). AK Pringgodigdo dalam Ensiklopedi Umum (EU) 1977 halaman 534, menyebutkan Kartosuwiryo duduk sebagai anggota Pengurus Besar Masyumi dan juga anggota KNIP.
Wali Al Fattah selain menjadi Ketua Muda II dalam PB Masyumi (1945-1946), juga menjabat sebagai Ketua Penerangan Masyumi, Kepala Bagian Penerangan Komite Nasional Indonesia (K.N.I.) daerah Yogyakarta (1945), anggota K.N.I.P. (pusat) dan Ketua Sekretariat Persatuan Perjuangan di Yogyakarta (1946). (Daftar Riwayat Hidup, Jogjakarta, 1949).
"Kalimat Hizbullah pada waktu itu diperguanakan sebagai nama lasykar yang terdiri daripada pemuda-pemuda Muslimin yang berjuang secara ikhlas berniat mengusir fitnah penjajahan dengan mengangkat senjata (fisik), di samping adanya lasykar-lasykar lain yang berasal dari rupa-rupa golongan rakyat. Kalimat "Hizbullah" sebagai nama lasykar yang terdiri dari pemuda-pemuda Muslimin yang berjuang secara fisik terus berjalan sehingga terjadinya penyatuan di antara semua lasykar-lasykar yang ada dengan tentara resmi dari Republik Indonesia dalam rangka mewujudkan adanya satu ketentaraan saja, yalah Tentara Nasional Indonesia (T.N.I.)". Demikian keterangan Wali Al-Fattaah tentang "Hizbullah".
Belanda masuk kembali
Setelah Jepang menyerah, pasukan Sekutu (Amerika Serikat (AS), Inggris dan Australia) melakukan pembersihan di Indonesia. Belanda masuk mengikuti tentara Inggris ke Indonesia dengan maksud menjajah kembali.
Pengaturan Sekutu yang asli adalah pasukan AS akan menduduki Indonesia. tetapi ditinggalkannya. Inggris menggantikan AS dengan tugas melucuti 283.000 tentara Jepang dan melindungi 200.000 tawanan perang Belanda (SAT. 796).
Panglima Inggris Letnan Jenderal Sir Philip Christison mengumumkan pasukan Inggris hanya bertugas melucuti tentara Jepang dan membebaskan tawanan-tawanan sipil dan militer; keamanan di daerah-daerah yang dikuasai Indonesia adalah tanggung jawab pembesar2 Indonesia. (EU.412).
Belanda membentuk pemerintah bayangan berkedudukan di Brisbane, Australia, dengan nama NICA (Netherlands Indies Civil Administration) dipimpin Menteri merangkap Letnan Gubernur Jenderal Dr. H.J.Van Mook untuk menjajah kembali Indonesia. Pasukan Inggris dan Belanda bergerak cepat menduduki pulau-pulau, sedang Pemerintah RI yang masih berusia seumur jagung menyebarkan pasukannya untuk menghadapi agresi asing itu. Surbaya diduduki dan Inggris mengambil alih komando, Jenderal Mallaby terbunuh.
Meredam kekacauan
RI tidak saja menghadapi pasukan Belanda, tetapi juga menghadapi kekacauan yang terjadi di pulau Jawa. Di Pekalongan terjadi kekacauan,seperti juga di Tegal, Brebes dan Pemalang diwarnai oleh pemberontakan.
Binadjar, seorang guru di Tambak, Banyumas, mengatakan, Th.1945 akhir Pimpinan Pusat Masyumi mendapat surat dari Presiden Sukarno, yg isinya meminta salah-satu dari 2 orang (M. Natsir dan R. Wali Al Fattah) untuk menjadi Residen Pekalongan. Surat tsb. Sampai dua kali dan selanjutnya berdasarkan pemilihan wakil dari masyrakat Pekalongan, terpilihlah beliau (Wali Al-Fattaah/pen.) sebagai Residen Pekalongan. (Sekitar Riwayat Bapak R. Wali Al Fattah yang dieritakan kepada kami; Tambak, Banyumas, 18 Januari 1981)
Presiden Soekarno meminta Wali Al Fattaah untuk ikut menenangkan situasi di Pekalongan, dengan surat keputusan: REPUBLIK INDONESIA Kami, Presiden Republik Indonesia, mengangkat Wali Al Fatah mendjadi Residen Pekalongan, moelai tg. 1 April 1946, dalam Negara Republik Indonesia dengan kepertjajaan jang ia akan menoempahkan segala pikiran, tenaga, djiwa dan raga oentoek keselamatan Negara Republik Indonesia. Jogjkarta, 27 April 1946, Presiden Republik Indonesia stempel Negara dan tanda tangan, Soekarno.
Atas pertimbangan "…Oentoek keselamatan Negara Republik Indonesia" (…Untuk keselamatan Negara Republik Indonesia), Wali Al Fattaah yang terus berjuang untuk Islam dan Muslimin, bersedia menerima jabatan tersebut untuk keselamatan Negara Republik Indonesia pada masa pergolakan di Tanah Air Nusantara menghadapi Belanda dan kekacauan.
Dua tahun ia menjabat sebagai residen di Pekalongan (April 1946-Juli 1948). Setelah Pekalongan tenang, Wali Al Fattaah berhenti (25 Juni 1948) sebagai residen. Melalui SK (Surat Keputusan) Presiden ditanda-tangani Wakil Presiden Mohammad Hatta Pemerintah RI mengucapkan terima kasih atas djasa-djasanja terhadap Negara Selanjutnya ia diminta duduk di dalam Pemerintahan di Kementerian Dalam Negeri R.I.
Agresi Belanda
Belanda mulai memperlihatkan watak penjajahannya. Setelah tentara pendudukan Ingggris dan Australia menyelesaikan tugasnya melucuti tentara Jepang, dan menyerahkan kekuasaannya kepada Belanda (15 Juli 1946), Belanda mulai menekan.
Tentara Indonesia pun bergerilya menghadapi tentara Belanda yang lengkap persenjataannya. Senjata-senjata tajam seperti parang, golok, tombak dan bambu runcing ikut berbicara.
Kebuasan tentara Belanda tercatat dalam sejarah ketika Kapten tentara Belanda, Westerling dan pasukannya membantai penduduk secara besar-besaran di Sulawesi Selatan. Westerling dan pasukannya mendatangi berpuluh-puluh desa dan mengumpulkan penduduk, laki-laki, perempuan, anak-anak tidak terkecuali. Sebelumnya, mereka ditanyai dimana gerilyawan. Tetapi tidak ada yang menjawab. Westerling dan pasukannya menembaki penduduk. Pembunuhan besar-besaran itu dilakukan selama tiga bulan mulai 11 Desember 1946. Sekitar 40.000 orang, tua muda, besar kecil, tidak terkecuali anak-anak tewas. (EU.397).
Perundingan2 dilakukan dengan Belanda, pertama di Linggarjati (25 Maret 1947), pihak Indonesia mempertahankan kedaulatannya. Belanda menolak dan melakukan aksi polisionilnya (aksi militer) dan terjadi pertempuran antara Indonesia dan Belanda (Clash I). Syria memprotes Dewan Keamanan (DK) PBB. India, Pakistan dan Siam melarang pesawat2 Belanda melintasi wilayah udara mereka. DK PBB memerintahkan penghentian tembak menembak.
Perundingan kembali dilakukan antara Indonesia dan Belanda di atas geladak kapal Amerika, Renville. Persetujuan dicapai (17 Januari 1948), antara lain pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS) dimana RI menjadi negara bagian, Belanda berdaulat atas seluruh Indonesia. Tentara Indonesia harus mengosongkan "kantong-kantong" (wilayah2) yang merupakan basis-basis gerilya pertahanan Indonesia. Sebanyak 35.000 tentara Indonesia ditarik dari kantong-kantong itu (6-22 Februari 1948). Hijrah tentara ini (terutama Divisi Siliwangi) sangat merugikan. Masyumi dan partai-partai lainnya menentang Persetujuan Renville itu. Sementara Gubernur Jenderal van Mook giat meneruskan usaha mem-bentuk negara-negara boneka, seperti Negara Pasundan, Republik Maluku Selatan (RMS), Negara Indonesia Timur (NIT), yang disiapkan semula oleh ARC (Algemeen Regerings Commissariaat) untuk Kalimantan dan Indonesia Timur oleh Dr.W. hoven bersama stafnya. (EU.872, 873; EP.115,116).D.I.
Pemimpin Darul Islam (D.I.) S.M. Karftosuwiryo yang pada waktu itu anggota pimpinan Masyumi menentang Perjanjian Renville. Tetapi setelah ternyata Kabinet-Hatta melanjutkan politik Renville, maka S.M. Kartosuwiryo naik gunung untuk menyusun perlawanan. Ia juga keluar dari Masyumi karena menuduhnya pula mendukung persetujuan Renville itu.
Pada awal Maret 1948 Kartosuwiryo dkk mengumumkan telah didirikan Darul Islam yang menentang Persetujuan Renville dan menentang gencatan senjata antara Indonesia dan Belanda. Selanjutnya diumumkan bahwa ummat Islam di Jawa Barat akan meneruskan perlawanan terhadap Belanda. D.I. didirikan di daerah Manonjaya antara Ciamis dan Tasikmalaya. Kartosuwiryo membentuk Tentara Islam Indonesia (T.I.I.), panglimanya diserahkan kepada Kamran. (EP. 110).
Clash II
Sementara itu, Belanda melakukan Aksi Polisionil ke-2, aksi militer, menyerbu daerah RI, 19 Desember 1948, setelah Wakil Tinggi Mahkota Belanda Dr. Beel menyatakan tidak terikat lagi pada Persetujuan Renville. Lapangan terbang Maguo, Yogyakarta diserang dan dibom dari udara; Maguwo diduduki pasukan para Belanda. Yogya diduduki. Tentara Belanda menawan Presiden, Wakil Presiden dan sejumlah anggota kabinet pemerintahan dan dibuang ke Bangka sebagai tawanan. Tentara dan pesawat tempur Belanda juga menyerang kota-kota lainnya.
Pada 5 Mei 1949 dilakukan perundingan. Delegasi Belanda dipimpin oleh Dr. van Royen, dubes di dan wakil Belanda dalam Dewan Keamanan. Delegasi RI diketuai oleh Mohammad Rum. Pada 7 Mei 1949 dicapai persetujuan yang terkenal sebagai Pernyataan Rum-Royen. Pihak Belanda menyatakan, menyetujui kembalinya pemerintah RI di Yogya yang bebas, menjamin penghentian gerakan militer, tidak akan mendirikan atau meluaskan negara-negara di dalam Indonesia, menyetujui RI sebagai negara dan peserta Republik Indonesia Serikat (RIS). (EU.227). Prediden, Wakil Presiden dan para pembesar RI dibebaskan dari tawanan Belanda (29 Juni 1949).
N.I.I.
Ketika perundingan-perundingan berlangsung antara Indonesia dan Belanda, dan pergolakan terus terjadi diberbagai daerah, Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo memproklamirkan Negara Islam Indonesia (N.I.I.) pada 7 Agustus 1949. Proklamir N.I.I. ini dilakukan di desa Tjisampah, kecamatan Tjilugalar, kewedaan Tjisayong. Tasikmalaya Selatan diakui oleh S.M. Kartosuwiryo sebagai daerah de facto "D.I." Isi proklamasi: Pertama, D.I. menghendaki revolusi Islam atau perang; kedua, D.I. menghendaki kemerdekaan 100% untuk seluruh Indonesia baik de jure maupun de facto, dan ketiga Hukum Islam berlaku mutlak di seluruh Indonesia.
D.I. mempunyai pengikut tidak hanya di Jawa Barat saja, tetapi juga di Jawa Tengah (kompleks Merbabu-Merapi) dan kesanalah bergabung batalyon 426 dari T.N.I.
Di Sulawesi Selatan, Kahar Muzakhar, yang dulu menjadi pemimpin pasukan gerilya melawan Belanda, menggabungkan diri dengan D.I. dan menjadi panglima pasukan di daerah itu.
Di Aceh Gubernur Daud Beureuh dan pengikut-pengikutnya bergabung pula dengan D.I.. Kolonel Zulkifli Lubis, mantan pejabat Kepala Staf Angkatan Darat (K.S.A.D) TNI menggabungkan diri dengan Darul Islam. (EP.I.111, 66; Darah tersimbah di Djawa Barat, Gerakan Operasi Militer V, Cetakan ke-2 1968: 7).
Di Kalimantan Selatan. Ibnu Hajar bergabung dengan D.I. (VD.107).
Penyerahan Kedaulatan
Para pemimpin Indonesia terus melakukan langkah-langkah bagi dicapainya kedaulatan penuh atas Indonesia melalui perundingan-perundingan dengan Belanda.
Pada 23 Agustus 1949 berlangsung Konperensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag (23 Agustus 1949), dibuka oleh Perdana Menteri Negeri Belanda Dr. W. Drees di ruangan Ridderzaal di Den Haag. Berpidato berturut-turut ketua-ketua delegari RI Moh. Hatta, Sultan Hamid II dari B.F.O. (Baijzonder Federaal Overleg: terdiri dari wali-wali Negara dan Perdana-perdana menteri) yang sebelumnya menemui Presiden, Wakil Presiden dan para menteri yang ditahan di Bangka. Belanda diwakili Mr. van Maarseveen, dan Critchley, ketua UNCI (United Nations Commission for Indonesia), badan Komisi Jasa Baik yang dikirim oleh PBB untuk menolong menyelesaikan sengketa antara Indonesia dan Belanda. Konperensi berlangsung dua bulan.
Pada 2 November 1949 KMB berakhir dengan mencapai persetujuan-persetujuan yang disambut lega oleh dunia internasional. (EU.589,590). Hasilnya, Soekarno dipilih sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) (16 Desember 1949). Pelantikan berlangsung di Sitihinggil Yogyakarta pada 17 Desember 1949. Delegasi-delegasi timbang terima kedaulatan dibentuk; untuk di negeri Belanda diketuai wakil presiden RI Moh. Hatta, di Indonesia diketuai Sri Sultan Yogya. Disamping itu dibentuk delegasi penyerahanan kedaulatan Republik Indonesia kepada Republik Indonesia Serikat yang diketuai Arnold Mononutu.
Pada 23 Desember 1949 delegasi RIS Moh. Hatta berangkat ke negeri Belanda. Upacara penyerahan kedaulatan kerajaan Belanda atas Hindia Belanda (Indonesia sekarang) dari tangan Ratu Belanda Juliana yang didampingi Perdana Menteri Dr. W. Drees, kepada wakil RIS Mohammad Hatta berlangsung di Amsterdam (27 Desember 1949). Pada waktu yang bersamaan kekuasaan Pemerintah Hindia Belanda diwakili Wakil Tinggi Mahkota H.J. Lovink diserahkan kepada RIS yang diterima oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Upacara penyerahan berlangsung di Istana Gambir (Istana Merdeka sekarang) di Jakarta yang disaksikan oleh utusan-utusan asing yang datang ke Indonesia khusus untuk keperluan itu. Bendera Belanda Merah-Putih-Biru diturunkan, dan Bendera Merah-Putih Indonesia dikibarkan Selesai upacara Wakil Tinggi Mahkota Belanda H.J. Lovink dengan isterinya terbang pulang ke Nederland dan secara formil berakhirlah Zaman Penjajahan Belanda. ***
Kongres Muslimin Indonesia
Kendati Indonesia masih dalam pergolakan, para pemuka dan pemimpin Ummat Islam terus berusaha menyatukan ummat Islam, yang telah mempelopori perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Dalam usaha menyatukan langkah Ummat Islam ke tingkat yang lebih baik, Wali Al-Fattah memprakarsai Kongres Muslimin Indonesia (K.M.I.) di Yogyakarta, 1-5 Rabi'ul Awwal 1369 H. (20-25 Desember 1949 M.).
Ia menjadi ketua umum Panitia Pusat Kongres Muslimin Indonesia (PPKMI). Penasehat Agama: Syeikh Muhammad Ma'sum. Sekjen: H.M. Saleh Suaedy (Sekretaris Umum Pelajar Islam Indonesia (P.I.I.). Penerangan Pemuda Islam: A. Halim M.A. Tausikal. Dewan Perancang: Kyai H.M. Sudja'. Ketua Bagian Keuangan: R. Mirza Sidharta. Sekretaris Keuangan: R. Muslimin. Sekretaris PPKMI: A. A. Ariansjah. Moh. Dahlan Lanisi anggota,dll.
Belanda waktu itu menghalang-halangi penyelenggaraan kongres itu. Salah seorang pengurusnya, H.M. Kamar ditangkap dan ditahan Belanda. Kongres Muslimin Indonesia ini adalah usaha pemuka-pemuka Islam di Yogyakarta, yang menjadi ibukota Indonesia waktu itu.
Dalam kongres yang berlangsung lima hari itu, diambil keputusan sbb.: menetapkan: I. Peraturan Badan K.M.I. II. Pembentukan Lembaga: 1. Kewanitaan, 2. Da'wah dan Panyiaran, 3. Sosial dan Eklonomi, 4. Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan Islam, 5. Hukum Islam dan Filsafat, 6. Pengetahuan Politik, 7. Penyusunan Encyclopaedie Islam, 8. Perpustakaan. III. Susunan Sekretariat B.K.M.I.: 1. A. Gaffar Ismail, 2. A. Haryono, 3. Wali Al Fattach (Wali Al Fattaah). (Kongres Muslimin Indonesia, 1950: 11-23).
Tindakan Pemerintah terhadap D.I.
Setelah penyerahan kedaulatan dari Belanda ke Indonesia, Pemerintah melakukan langkah-langkah pengamanan dengan mengambil tindakan-tindakan untuk mengatasi kekacauan di wilayah Republik Indonesia.
Pemerintah RIS di bawah pimpinan Presiden Soekarno, menganggap berdirinya N.I.I., yang diproklamirkan oleh S.M. Kartosuwiryo, sebagai suatu pemberontakan setelah lahirnya Negara Republik Indonesia.Soekarno dan S.M. Kartosuwiryo pernah mondok di rumah H.O.S. Tjokroaminoto dalam waktu yang berbeda. Soekarno lebih dahulu, tahun antara 1916 dan 1921 dalam usia 14 tahun, dan S.M. Kartosuwiryo pada tahun 1927-1929. Soekarno bahkan menjadi mantu pemimpin Sarekat Islam yang paling berpengaruh H.O.S. Tjokroaminoto setelah menikah dengan putrinya Siti Utari. Soekarno kemudian pindah ke Bandung setelah cerai dengan Utari, dan bersama Sartono dll. mendirikan Partai Nasional Indonesia (PNI) di Bandung (4-7-1927). Sedang S.M. Kartosuwiryo aktif dalam PSII. Soekarno dan S.M. Kartosuwiryo mendapat didikan berorganisasi, berpolitik, di bawah didikan H.O.S. Tjokroaminoto. (CVD.14; Pusaka Indonesia, Orang2 Besar Tanah Air: 153).
Pihak militer menghendaki tindakan militer diambil terhadap Darul Islam. Seruan untuk melakukan aksi militer tidak hanya ditimbulkan oleh pihak militer, tetapi juga oleh partai-partai sekuler seperti PNI nasionalis, PKI komunis dan Murba sosialis. Di samping itu, Soekarno mereka desak untuk mengeluarkan pernyataan resmi dan mencap pemberontak Darul Islam pengacau Negara. (CVD:DI.107).PKI (Partai Komunis Indonesia) ketika itu baru bangkit kembali setelah melakukan pemberontakan di Madiun (PKI-Muso: 18 September 1948) yang menelan banyak korban jiwa, baik di pihak TNI, PKI maupun penduduk. Tetapi Pemerintah RIS waktu itu tidak melarang golongan komunis Atheis (Anti Tuhan) itu. Setelah pemberontakan itu ditumpas TNI, terjadi peristiwa Clash II (19 Desember 1948), ibukota Yogya diserbu pasukan Belanda. S.M. Kartosuwiryo telah menganjurkan Pemerintah RIS melarang PKI di Indonesia, sebab menurutnya pada suatu saat PKI akan menyerang RIS.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar